4 Langkah Mendorong Efektivitas Penerapan Regulasi Anti-SLAPP
Utama

4 Langkah Mendorong Efektivitas Penerapan Regulasi Anti-SLAPP

Banyak kasus SLAPP di Asia juga yang menyasar pegiat HAM dan lingkungan hidup. Karena itu, seluruh cabang kekuasaan meliputi eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus paham regulasi mekanisme anti-SLPP.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Ketiga, kolaborasi antar lembaga dan aparat penegak hukum untuk menangani kasus SLAPP. Keempat, UU Partisipasi Publik sangat dibutuhkan karena pengaturan anti-SLAPP tidak cukup hanya untuk kasus lingkungan hidup, tapi juga kasus lainnya yang terkait partisipasi publik yang berimplikasi kasus hukum.

Kesadaran harus ditingkatkan

Koordinator Regional Hukum Lingkungan dan Pemerintahan Kantor Asia dan Pasifik, Program Lingkungan PBB, Georgina Llyod, mengatakan semua pihak harus mendukung penegakan hukum lingkungan dan tata kelola lingkungan yang baik. Terutama kepada seluruh cabang kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus paham prinsip anti-SLAPP.

“Kalau kita mau mengatasi akar masalah SLAPP, maka kesadaran dari pihak yang berkepentingan harus ditingkatkan,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Georgina mengatakan SLAPP ditujukan untuk membatasi orang untuk melaksanakan hak kebebasan berekspresi dan partisipasi publik. Mengacu deklarasi HAM internasional (DUHAM) berbagai hak tersebut harus dilindungi. Tindakan SLAPP bisa menimbulkan kerugian dan pidana penjara bagi pihak-pihak yang aktif melakukan partisipasi publik.

Kasus SLAPP banyak juga terjadi di Asia, dan kebanyakan menyasar pegiat HAM dan lingkungan. Georgina mencatat sedikitnya ada 151 perkara gugatan baik perdata dan pidana yang terjadi di Asia terkait SLAPP. Kasus ini mengalami kenaikan 48 persen. Pihak yang dikenakan SLAPP biasanya diadukan dengan dalih pencemaran nama baik, dianggap mengancam keamanan publik dan kepentingan negara. SLAPP kerap dilakukan aparat, lembaga negara, dan perusahaan.

“Sebagian besar menyasar anggota masyarakat, pegiat HAM, dan lingkungan. Tujuannya membungkam dan mengurangi partisipasi publik,” tegasnya.

Georgina menyebut ada pandangan yang keliru terhadap pegiat HAM dan lingkungan dimana mereka kerap disebut sebagai pihak yang menghambat pembangunan. Padahal masyarakat, pegiat HAM dan lingkungan berperan penting membantu pemerintah dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan dan akuntabilitas.

Sejumlah negara di Asia punya mekanisme anti-SLAPP, misalnya Filipina, tertuang dalam regulasi terkait perikanan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hukum acara lingkungan di Filipina memberi peluang untuk menggunakan argumentasi anti-SLAPP untuk menghindari biaya peradilan yang terlalu tinggi, juga memberi kesempatan terdakwa kasus SLAPP menuntut pemulihan.

Thailand merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerbitkan RAN Bisnis dan HAM dimana di dalamnya ada aksi untuk melindungi pegiat HAM dan lingkungan dari SLAPP. “Kita harus terus meningkatkan regulasi anti-SLAPP di kawasan Asia Tenggara,” harap Georgina.

Dia mengingatkan kalangan bisnis bisa berperan aktif untuk mengedukasi anggota asosiasi mereka tentang dampak SLAPP. Bisa juga memperkuat uji tuntas HAM dan lingkungan. Serta mengakui peran pegiat HAM dan lingkungan. “Kalangan bisnis dapat bersuara untuk menentang SLAPP,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait