DPR Klaim Revisi UU Minerba Sesuai Prosedur Pembentukan UU
Berita

DPR Klaim Revisi UU Minerba Sesuai Prosedur Pembentukan UU

DPR mengklaim pembuatan RUU Minerba tetap mengedepankan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas sesuai UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 169A UU Minerba dinilai tidak bertentangan dan masih sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), ayat (3) UUD 1945.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Menurutnya, pandangan dan pendapat DPD secara kelembagaan terhadap RUU Minerba disampaikan dalam rapat Panja RUU Minerba di Komisi VII dengan pimpinan Komite II DPD pada 27 April secara virtual. Karena itu, DPD berkesimpulan, lembaganya telah dilibatkan sesuai mekanisme, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan dalam tahap pembahasan RUU Minerba.

Permohonan ini diajukan sejumlah kalangan, seperti Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Ketua PPUU DPD Alirman Sori, anggota DPD Tamsil Linrung, eks Ketua MK Hamdan Zoelva, dan Marwan Batubara. Terdapat tiga hal yang mendorong pengujian terhadap UU 3/2020 ini.  

Pertama, saat masih berbentuk RUU, UU 3/2020 dianggap tidak masuk kriteria carry over. Setidaknya tak sesuai dengan rumusan Pasal 71A UU No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal itu, intinya, mengatur tindak lanjut sebuah RUU yang telah masuk dalam tahap pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode DPR sebelumnya. Sehingga dapat dilanjutkan pada DPR periode berikutnya setelah mendapat kesepakatan dari DPR, pemerintah, dan DPD untuk dimasukan dalam daftar Prolegnas prioritas.

Persoalannya, RUU Minerba hingga berakhirnya DPR periode 2014-2019 belum masuk dalam pembahasan DIM. Karena itu, RUU Minerba dinilai tidak masuk dalam kategori carry over.  Kedua, pelibatan DPD dalam pembahasan RUU Minerba. Bagi pemohon, DPD mendapat atribusi kewenangan dari konstitusi dalam pembahasan RUU di sektor sumber daya alam (SDA), khususnya dalam tahal penyusunan dan pembahasan sebagaimana tertuang dalam Pasal 22D UUD 1945. Kemudian Pasal 249 UU No. 17 tahun 2014 dan Putusan MK No. 92/PUU-X/2012.

Ketiga, pengujian ini pun menyoal asas transparansni pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 UU 12/2011. Bagi pemohon, pembahasan RUU Minerba dinilai tak melibatkan partisipasi publik dan para pemangku kepentingan lainnya secara luas. Termasuk pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). (Baca Juga: Dinilai Cacat Formil, MK Diminta Batalkan Perubahan UU Minerba)

Tidak mereduksi kewenangan pemda

Lebih lanjut, kata Hasan Basri, uji materi Pasal 169A UU 3/2020 terhadap konstitusi tidaklah mereduksi kewenangan pemerintah daerah (pemda) sebagaimana yang dilakukan pemerintah pusat. Khususnya dalam pemberian jaminan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi pemegang kontrak kerja (KK) atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang masa kontrak maupun perjanjian kerja sama telah berakhir.

Hal itu merujuk pelaksanaan teknis UU 4/2009 terkait perpanjangan IUPK tidak memberikan ketentuan kehadiran Pemda di dalam prosesnya. Mulai secara teknis maupun administratif. Dengan begitu, ketentuan Pasal 169A masih menggunakan konsep yang sama aturan yang berlaku di bawah UU 4/2009.

Senator asal Kalimantan Utara itu berpendapat, rumusan Pasal 169A tak mengandung unsur diskriminasi terhadap badan usaha swasta manapun perihal memperoleh IUPK. Hal ini merujuk Pasal 75 ayat (2) UU 3/2020 yang menyebutkan, IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta”. Dengan catatan, semua entitas usaha tersebut mengantongi KK atau PKP2B.

Menurutnya, keterlibatan badan usaha swasta dalam mengelola dan memanfaatkan daerah pertambangan masih diperkenankan dengan batasan tertentu sebagaimana diatur pemerintah. Hal ini bersifat sementara sebagaimana dimaksud Pasal 33 UUD 1945. Lagi pula, MK pernah berpendapat Pasal 33 UUD 1945 tidak menolak privatisasi sepanjang tidak meniadakan hak penguasaan negara.

“Sehingga, DPD berkesimpulan bahwa ketentuan Pasal 169A tidak bertentangan dan masih sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945,” katanya.

Tags:

Berita Terkait