Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi Mengajukan Praperadilan
Berita

Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi Mengajukan Praperadilan

Jakarta, hukumonline. Genderang "perang" antara TGPK dengan tiga hakim agung tersangka korupsi kian memanas. Dua hakim agung itu, Ny. Marnis Kahar dan Hj. Supraptini Sutarto, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (19/9). Namun, TGPK yang belum menerima surat menyatakan siap menghadapi praperadilan.

Tri/Ari/APr
Bacaan 2 Menit

Alasan kuasa hukum, PP Nomor 19 Tahun 2000 yang digunakan oleh TGPK untuk melakukan penyidikan tidak dapat dilakukan karena PP tersebut hanyalah pelaksanaan dari peraturan UU tersebut yang berlaku pada 5 April 2000.

Pelaksanaan PP tersebut yang dijadikan dasar TGPK untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi terhadap 3 hakim tersebut. Atas dasar tersebut, penyidikan yang dilakukan TGPK bertentangan dengan hukum Pasal 43 ayat 4 dan Pasal 27 UU Nomor 31 Tahun 1999. "Dasar penyidikan tersebut tidak sah dan tidak dapat diterima secara hukum".

TGPK belum menerima surat

Edwin Situmorang, Kepala Sekretariat TGPK, menyatakan bahwa sampai saat ini TGPK belum menerima surat dari PN Jakarta Selatan berkaitan dengan praperadilan Ny. Supraptini dan Ny. Marnis Kahar. Dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung yang sampai saat ini kasusnya sedang disidik oleh TGPK. "Nanti setelah diterima, TGPK akan membentuk tim untuk mempersiapkan gugatan tersebut pada sidang  25 September mendatang," ujar Edwin kepada hukumonline.

Adi Andojo, Ketua TGPK, tidak gentar menghadapi permohonan praperadilan dua hakim agung. "Kalau Ny. Suprapti dan Ny. Marnis mau mengajukan praperadilan, silakan saja. Itu hak mereka," kata Adi yang sedang berada di Bali ketika dihubungi oleh hukumonline.

Menurut Adi, kalau alasan pengajuan praperadilan adalah karena pemeriksaan yang dilakukan oleh TGPK tidak sah, hal itu tidak benar. Adi menjelaskan, pemeriksaan tersebut sah karena dilakukan berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh TGPK berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2000 yang dibentuk berdasarkan Pasal 27 UU No. 31 tahun 1999.

Adi berpendapat, alasan yang diajukan kedua tersangka tidak tepat. Kedua tersangka dalam kasus dugaan suap di MA tersebut menggunakan alasan bahwa PP Nomor 19 Tahun 2000 tersebut baru berlaku tahun 2000. Padahal kejadiannya pada 1998.

Namun menurut Adi, bagaimanapun juga akan dilihat nanti keputusan hakim. "Apakah akan mengabulkan permohonan praperadilan tersebut atau tidak," cetusnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: