Ketentuan mengenai alih daya atau outsourcing seperti diketahui telah berubah sejak terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Lebih lanjut, diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK) diterbitkan sebagai peraturan pelaksana alih daya.
“Setelah itu pemerintah kembali mengatur penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan dalam Peraturan Pemerintah melalui Perppu No. 2 Tahun 2022. Dan upaya penyesuaian konsep alih daya dalam perubahan PP No. 35 Tahun 2021 dituangkan dalam UU No. 6 Tahun 2023,” jelas Partner Nurjadin Sumono Mulyadi & Partners (NSMP) Ruben Soeratman saat diskusi breakout room dalam gelaran In-House Counsel Summit & Awards 2023 di Bali, Jum’at (20/10/2023) kemarin.
Ruben Soeratman saat menyampaikan materi terkait pengaturan perusahaan alih daya (outsourcing).
Baca Juga:
- Peluang dan Tantangan In-House Counsel di Era Artificial Intelligence
- Indonesian In-House Counsel Summit and Awards 2023 Digelar
- Hakim Agung Dorong IHC Maksimalkan Penyelesaian Sengketa Secara Damai di Lingkungan Bisnis
Ia menjelaskan saat ini terdapat 4 poin penting dalam pengaturan alih daya yang perlu disoroti yakni perihal Status Badan Usaha Perusahaan Alih Daya dan Pemenuhan Perizinan Berusaha; Hubungan Kerja Pekerja Alih Daya; Perlindungan Upah dan Syarat Kerja Pekerja Alih Daya; dan Jaminan Kelangsungan Bekerja dalam hal Terjadi Pergantian Perusahaan Alih Daya.
Untuk muatan atau isi perjanjian alih daya sendiri, Ruben menerangkan bagaimana muatan atau isi dari perjanjian alih daya. Di dalamnya harus mengatur ruang lingkup pekerjaan yang dialihdayakan kepada Perusahaan (penerima) alih daya; jangka waktu perjanjian alih daya; lokasi pelaksanaan pekerjaan.
Kemudian jaminan pelindungan kerja, syarat-syarat kerja dan seluruh hak-hak pekerja termasuk hak akibat PHK; serta penegasan bahwa perusahaan alih daya bersedia menerima pengalihan pekerja dari perusahaan alih daya sebelumnya sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada.
“Nah, perihal uang kompensasi, perusahaan alih daya yang mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan PKWT, wajib membayar uang kompensasi pengakhiran hubungan kerja sesuai PP No. 35 Tahun 2021. Formula perhitungannya itu satu per dua belas dikalikan upah bulanan,” jelas Ruben.