Hati-hati! Mengingkari Janji Menikah Sebagai PMH
Seluk Beluk Hukum Keluarga

Hati-hati! Mengingkari Janji Menikah Sebagai PMH

Bagi muda-mudi yang saat ini sedang menjalin hubungan (berpacaran) berhati-hatilah membuat janji menikahi yang diingkari disertai dengan unsur-unsur perbuatan yang merugikan salah satu pihak sebagai perbuatan melawan hukum, bahkan bisa dipidana dengan pasal penipuan.

Aida Mardatillah
Bacaan 8 Menit

Dalam putusan ini, Majelis Hakim MA itu mengabulkan permohonan kasasi Pemohon Kasasi/Penggugat. Dalam Putusan MA No. 3277 K/Pdt/2000 ini, judex factie dianggap salah menerapkan hukum. Majelis menganggap tidak dipenuhinya janji menikahi mengandung arti Tergugat telah melanggar norma kesusilaan, kepatutan masyarakat, dan perbuatan Tergugat adalah perbuatan melawan hukum.

Oleh karena perbuatan tidak memenuhi janji menikahi itu menyebabkan kerugian bagi Penggugat, maka Tergugat asal wajib membayar ganti rugi yang besarnya ditetapkan dalam amar putusan. Ganti ruginya jumlahnya sebesar Rp7,5 juta sebagai pengganti biaya yang telah dikeluarkan Penggugat untuk membiayai hidup Tergugat selama mereka berdua menjalin asmara.

Dari putusan perkara ini dapat ditarik kaidah hukum bahwa “dengan tidak dipenuhinya janji untuk mengawini, perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan melawan hukum karena melanggar kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat”. Putusan ini juga diketahui bukan putusan pertama yang menghukum pelaku yang ingkar janji menikahi.

Majelis Hakim Agung ini merujuk pada yurisprudensi Putusan MA No. 3191 K/Pdt/1984 tanggal 8 Februari 1986. Dalam putusan ini, hakim agung menyatakan perbuatan Tergugat asli yang tidak memenuhi perjanjian untuk melangsungkan perkawinan dikualifikasi sebagai pelanggaran norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, sekaligus merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat asli.

Dalam buku berjudul Himpunan Jurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktek Sehari-Hari (Landmark Decisions), Sudargo Gautama mencatat putusan 8 Februari 1986 itu mungkin yang pertama kali di Indonesia terkait masalah tidak menepati janji untuk melangsungkan perkawinan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, dan diikuti keharusan membayar ganti rugi.

Mensyaratkan ada kerugian

Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Endah Hartati mengatakan ingkar janji menikahi yang mengakibatkan kerugian pada orang lain dapat dijerat hukum baik pidana maupun gugatan perdata. “Perbuatan tersebut harus melawan hukum, menimbulkan kerugian, adanya sebab akibat antara perbuatan melawan hukum, kerugian yang dialami dan terdapat unsur kesalahan,” kata Endah Kepada Hukumonline, Senin (10/5/2021).

Secara hukum perdata, kata dia, pihak yang tidak menepati janji menikahi bisa dituntut. Tapi, janji untuk menikahi tidak dapat membawa penuntutan ganti kerugian dan perjanjian dilakukan tidak tertulis sepanjang memenuhi unsur-unsur Pasal 58 BW/KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum itu harus ada sebab akibatnya, terdapat unsur kesalahan, dapat meminta ganti kerugian.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait