Jalan Buntu Sumpah Advokat?
Oleh Amrie Hakim & Aisyah RJ Siregar*

Jalan Buntu Sumpah Advokat?

Perselisihan mereka harus diselesaikan sendiri oleh profesi Advokat atau apabila mengalami jalan buntu maka dapat diselesaikan melalui jalur hukum. ~ Surat MA tertanggal 1 Mei 2009 perihal Sikap Mahkamah Agung Terhadap Organisasi Advokat

Bacaan 2 Menit

 

Sumpah advokat kewajiban undang-undang

Dari uraian di atas kiranya cukup jelas bahwa pengucapan sumpah advokat bukan sekadar seremoni, tapi sebuah kewajiban yang diatur dalam UU Advokat. Sumpah advokat sudah ada dan dijalankan secara konsekuen bahkan sebelum UU Advokat berlaku. Pengesampingan kewajiban ini membawa akibat hukum yaitu advokat tidak dapat menjalankan profesinya sampai yang bersangkutan melaksanakan kewajiban tersebut. Tentunya terdapat tujuan dari pembentuk Undang-undang sehingga mewajibkan untuk melakukan pengambilan sumpah advokat.

 

Apa yang telah diatur oleh undang-undang tidak boleh dilanggar oleh peraturan di bawahnya. Sebagaimana aturan yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan kedudukan dari undang-undang adalah di bawah dari UUD 1945 dan di atas peraturan lainnya (seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah). Oleh karena itu pengambilan sumpah advokat memiliki posisi yang kuat dan oleh karenanya adalah suatu kewajiban untuk semua calon advokat agar melaksanakan sumpah advokat.

 

Sumpah advokat bukan sekadar kewajiban undang-undang, namun juga punya arti penting yaitu sebagai kontak pertama antara advokat dengan publik. Hal ini karena profesi advokat tidak hanya berhubungan dengan diri sendiri, melainkan berhubungan dengan orang banyak dan tanggung jawab yang besar kepada para kliennya.

 

Frans Hendra Winarta dalam salah satu bukunya, Suara Rakyat Hukum Tertinggi, mengatakan bahwa advokat dalam menjalankan pekerjaannya harus memegang teguh sumpah advokat. Dia mencontohkan sumpah advokat di AS yang menurutnya sangat baik. bunyi sumpah itu jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Saya tidak akan dengan kesadaran dan kemauan saya, menganjurkan atau menuntut suatu perkara yang palsu yang tidak berdasar hukum ataupun memberikan bantuan dan saya akan berbuat hal yang sama; saya tidak akan menghambat suatu proses peradilan untuk keuntungan seseorang atau itikad buruk seseorang, tetapi saya akan menjalankan fungsi saya selaku advokat di dalam proses peradilan sesuai dengan pengetahuan dan kebijaksanaan saya yang terbaik dengan segala kesetiaan saya terhadap pengadilan maupun kepada klien saya. Tuhan, bimbinglah daku (baca di sini).

 

Dalam konteks sumpah advokat Indonesia, Todung Mulya Lubis dalam bukunya Jalan Panjang Hak Asasi Manusia menulis bahwa pasal 5 jika dibaca bersamaan dengan pasal 4 UU Advokat akan memerlihatkan profesi advokat yang dikenal sebagai officium nobelium adalah profesi luhur, mulia dan bermartabat. Sumpah itu antara lain berbunyi, saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani. Dengan kata lain, Todung ingin menyampaikan bahwa sumpah advokat harusnya bukan sekadar seremoni atau kewajiban, tapi juga untuk menjaga moralitas advokat dari segala penyimpangan dan penyelewengan.

 

Sumpah advokat tertunda, pengangkatan tetap dilakukan

Konflik antar-organisasi advokat dan antara organisasi advokat dengan MA yang berimbas pada pelaksanaan pasal 4 ayat (1) UU Advokat semestinya tidak merugikan para calon advokat. Setidak-tidaknya organisasi advokat dapat meminimalisir kerugian calon advokat akibat kisruh di tingkat elit tersebut. Calon advokat sudah menjadi korban konflik yaitu dengan tertundanya pengambilan sumpah advokat hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Tapi, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk menunda pengangkatan para calon advokat yang telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam UU Advokat (pasal 3 UU Advokat).

 

Seperti diuraikan sebelumnya, pengangkatan advokat dan pengucapan sumpah advokat adalah dua tahapan yang berdiri sendiri. Pengadilan Tinggi, sesuai ketentuan UU Advokat, hanya mengambil sumpah advokat yang sudah diangkat oleh organisasi advokat. Oleh karena itu, sambil melakukan proses lobi dengan sesama organisasi advokat juga dengan MA, organisasi advokat perlu mempersiapkan pengangkatan advokat seperti yang mereka laksanakan pada tahun-tahun sebelumnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: