Kartu Kuning Untuk Mahkamah (Hakim) Konstitusi
Kolom

Kartu Kuning Untuk Mahkamah (Hakim) Konstitusi

Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi sepatutnya ditindaklanjuti oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, dengan atau tanpa adanya laporan dari masyarakat.

Bacaan 5 Menit

Beberapa nama kepala daerah yang berpotensi menjadi capres/cawapres terkait permohonan pengujian ini disebutkan dalam permohonan, salah satunya adalah Walikota Surakarta. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa antara Ketua MK dengan Walikota Surakarta terikat hubungan kekeluargaan. Sepatutnya sejak awal Ketua MK menolak memeriksa dan mengadili perkara ini. Keterlibatannya bertentangan dengan prinsip konflik kepentingan, asas imparsialitas, peraturan kode etik hakim, dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Konstitusi menjamin putusan MK bersifat final dan mengikat. Semua pihak sepatutnya menerima dan menjalankan putusan tersebut, khususnya bagi Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu. Di sisi lain, sikap inkonsisten dalam pertimbangan dan putusan MK serta perilaku yang ditunjukkan oleh para hakim konstitusi dapat berdampak pada kredibilitas dan kualitas putusan. Baik institusi MK maupun individu hakim perlu diberi peringatan. Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi sepatutnya juga ditindaklanjuti oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, dengan atau tanpa adanya laporan dari masyarakat.

*)Yunani Abiyoso adalah Dosen Hukum Tata Negara FHUI, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI 2018-2022.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Univeristas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait