Keterangan Tidak Halal juga Wajib
Kolom

Keterangan Tidak Halal juga Wajib

Kewajiban ini juga diatur Undang-Undang No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal ini luput disadari oleh pelaku usaha dan masyarakat. Pemerintah terlalu fokus pada sosialisasi dan upaya peningkatan produk yang disertifikasi halal.

Bacaan 5 Menit
Albert Boy Situmorang. Foto: Istimewa
Albert Boy Situmorang. Foto: Istimewa

Kita sudah sering mendengar bahwa kewajiban bersertifikat halal untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan berlaku efektif pada 17 Oktober 2024. Pemerintah—melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJHP)—tengah gencar-gencarnya melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat tentang kewajiban sertifikasi halal.

Berbagai regulasi dan perangkat-perangkat yang diperlukan pun tengah disusun. Produk makanan dan minuman berisiko rendah dari usaha mikro dan kecil (UMK) bahkan bisa mengakses program sertifikasi gratis melalui mekanisme self declare. Semua upaya ini untuk memudahkan pelaku usaha, dalam negeri dan luar negeri, ikut mendukung pencapaian target sertifikasi halal di tahun 2024.

Baca juga:

Program sertifikasi halal memang sangat penting untuk melindungi konsumen muslim dari produk yang tidak halal. Bagi produk yang sudah bersertifikat halal, pelaku usaha wajib mencantumkan label halal yang mudah terlihat. Hal itu untuk memudahkan konsumen dalam mengetahui produk yang sudah jelas kehalalannya. Misalnya di berbagai restoran, kita bisa melihat dengan jelas logo halal seperti dekat pintu masuk.

Cara ini membuat kita yakin makanan dan minuman yang disajikan di restoran tersebut sudah halal. Namun, kita juga masih banyak menemukan restoran/rumah makan yang tidak memberikan keterangan apa pun. Tidak jelas status kehalalan makanan dan minuman yang disajikan di restoran tersebut. Konsumen yang waspada dan jeli kemungkinan besar tidak akan membeli dari restoran tersebut. Konsumen yang kurang kesadaran dan pengetahuannya mungkin tidak begitu waspada. Akibatnya, konsumen dirugikan karena telah mengonsumsi makanan yang haram tanpa disadari sepenuhnya.

Pentingnya Keterangan Tidak Halal

Perlu dipahami bahwa kewajiban sertifikat halal hanya berlaku untuk produk dengan bahan-bahan yang sepenuhnya halal. Sementara itu, produk yang menggunakan bahan yang tidak halal—seperti mengandung babi atau khamar—tidak mungkin mendapatkan sertifikat halal. Lalu apa konsekuensi keberlakukan Undang-Undang No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) terhadap produk yang jelas mengandung bahan haram?

Merujuk Pasal 26 UU JPH, pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban mengajukan permohonan sertifikat halal. Sebaliknya, pelaku usaha tersebut wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya. Penjelasan Pasal 26 UU JPH menerangkannya sebagai pernyataan tidak halal yang tidak terpisahkan dari produk. Wujudnya dapat berupa gambar, tanda dan/atau tulisan. Oleh karena itu, kewajiban yang berlaku untuk produk-produk tidak halal adalah mencantumkan keterangan tidak halal. Konsumen dapat dengan mudah memastikan ketidakhalalan suatu produk sebagaimana peran label halal.

Tags:

Berita Terkait