Ketua KY: Pengadilan Jangan Ikut Campur Perseteruan Advokat
Berita

Ketua KY: Pengadilan Jangan Ikut Campur Perseteruan Advokat

Kejadian di Pengadilan Agama Ponorogo menjadi pelajaran bagi pengadilan agama lainnya.

ALI/M-16
Bacaan 2 Menit
Ketua KY Suparman Marzuki. Foto: SGP
Ketua KY Suparman Marzuki. Foto: SGP
Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengatakan pengadilan seharusnya tak perlu ikut campur dengan konflik organisasi advokat karena hubungan klien-advokat merupakan sebuah kepercayaan.

“Posisi KY Jelas. Bahwa hubungan klien dan advokat itu menyangkut trust (kepercayaan,-red). Kalau klien lebih percaya advokat dari KAI (Kongres Advokat Indonesia,-red), biarkan saja,” ujarnya ketika menjawab pertanyaan peserta diskusi di Jakarta, Selasa (4/3). 

Suparman mengatakan telah berungkali menyampaikan hal ini kepada ketua-ketua pengadilan di Indonesia. “Saya katakan ke semua pengadilan kalau pengadilan ikut campur dalam hubungan klien dan pengacara, ini bisa menghambat akses keadilan,” jelasnya.

“Saya selalu sampaikan ini ketika bertemu dengan Ketua MA dan Ketua Pengadilan Tinggi,” tambahnya.

Namun, Suparman mengakui bahwa persoalan ini memang tidak sederhana. Pasalnya, bila berhadapan di persidangan, para advokat dari dua organisasi advokat yang berseteru –PERADI dan KAI- pasti akan mempersoalkan keabsahan “lawan”-nya.

“Pasti akan dipersoalkan dan ditanyakan apakah advokat dari pihak lawannya sudah disumpah atau belum. Persoalan ini memang tak sederhana, tapi posisi KY begitu (pengadilan tak perlu ikut campur,-red),” jelasnya.

Sekadar mengingatkan, Ketua MA telah menerbitkan instruksikepada Ketua Pengadilan Tinggi agar hanya mengambil sumpah calon advokat yang diajukan oleh PERADI. Pengambilan sumpah ini merupakan syarat bagi seorang advokat bisa beracara (bersidang) di pengadilan.

Instruksi yang tertuangdalam Surat Ketua MA No. 089/KMA/VI/2010 merupakan tindak lanjut dari kesepakatan pihak PERADI dan KAIyang mengakui bahwa PERADI yang dipimpin Otto Hasibuan sebagai wadah tunggal advokat. Namun, kesepakatan ini di kemudian hari dibantah oleh para pimpinan  KAI.

Pimpinan MA tak segan-segan memberi sanksi kepada pengadilan yang tak mengindahkan instruksi itu. Buktinya, Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Tusani Djafri dicopot dari jabatannya. Tusani dihukum lantaran dia mengambil sumpah calon advokat dari KAI. MA menilai Tusani telah melanggar UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Surat Ketua MA 089/KMA/VI/2010.

Kasus mirip juga terjadi tahun lalu. Dilansir situs www.detik.com, seluruh hakim di Pengadilan Agama Ponorogo, Jawa Timur dijatuhi hukuman disiplin karena mengizinkan advokat dari KAI bersidang di pengadilan tersebut. Sebelas hakim (minus Ketua PA) mendapat hukuman teguran tertulis.

Apa yang terjadi di Ponorogo ternyata dijadikan pelajaran bagi pengadilan agama lain. Baru-baru ini, hukumonline memperoleh informasi bahwa di Pengadilan Agama Depok muncul kebijakan yang intinya mewajibkan advokat yang hendak berpraktik di sana untuk melampirkan bukti pelantikan atau berita acara sumpah dari pengadilan tinggi.

Kepada hukumonline, 27 Februari lalu, Humas Pengadilan Agama Depok Suryadi menerangkan bahwa kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Ketua MA Nomor 052/KMA/HK.01/III/2011. Kebijakan menunjukkan kartu izin beracara dan berita acara sumpah ini, dia tegaskan, berlaku untuk semua advokat dari organisasi manapun, tanpa pandang bulu.

Jadi begini, kita itu kemarin bercermin pada kejadian yang menimpa PA Ponorogo, kasusnya PA Ponorogo menyalahi Surat Ketua MA, semua advokat diberi keleluasaan untuk beracara tanpa melampirkan surat pengangkatan dari PT,” papar Suryadi.

Hak Jawab Forum Komunitas Advokat Indonesia (FOR-KAI).
Tags:

Berita Terkait