Konsekuensi Hukum Salah Transfer Dana bagi Penyelenggara dan Nasabah
Utama

Konsekuensi Hukum Salah Transfer Dana bagi Penyelenggara dan Nasabah

Ketika pengaksepan terjadi maka telah terjadi pengalihan hak. Dan jika penyelenggara terlambat memperbaiki kekeliruan maka bank harus membayar kompensasi kepada nasabah penerima.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Menurut Yahya, jika penyelenggara penerima akhir telah melakukan pengaksepan transfer dana maka telah terjadi pengalihan hak dana dari pengirim kepada penerima. Merujuk pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 14 Tahun 2012 tentang Transfer Dana, kekeliruan yang dilakukan oleh penyelenggara pengirim maupun penyelenggara penerima wajib diperbaiki dalam waktu 1x24 jam setelah diketahui terjadinya transfer dana atau 2x24 jam sejak salah transfer terjadi.

Jika penyelenggara belum melakukan kekeliruan transfer dana lewat batas waktu yang ditentukan, maka dana beralih menjadi hak nasabah penerima. Berdasarkan Pasal 56 ayat (2) penyelenggara wajib membayar kompensasi kepada nasabah penerima.

“Jika nasabah langsung mempertanyakan (asal dana) menurut yurisprudensi adalah orang yang beriktikad baik, maka dia harus dilindungi sebagai orang yang beriktikad baik. Keterlambatan pembatalan dan perbaikan yang dilakukan penyelenggara bisa penerima anggap sebagai hak dan boleh saja kalau mau mengembalikan. Tapi tidak ada kewajiban secara hukum untuk mengembalikan,” kata Yahya dalam sebuah webinar, Sabtu (11/12).

Ahli Risk Management perbankan dan asuransi Batara Maju Simatupang menegaskan bahwa setiap nasabah atau konsumen sah menerima pembayaran dari luar negeri atau dari manapun. Jika terjadi salah transfer bank wajib memberitahukan kepada nasabah penerima dalam waktu 90 hari sebagaimana diatur dalam PBI No 14/2012.

"Dalam hal komplain tidak mendapatkan kejelasan, atau katakan tidak menemukan kesalahan dan telah melampaui kadaluarsa dalam pelaporan selama 90 hari, berarti orang yang bersangkutan yang menerima uang dari pengiriman, dari katakanlah dari luar negeri atau dari manapun itu, yang bersangkutan sah sebagai pemilik dana karena instruksi pembayaran sudah keluar dari yang memberikan perintah pembayaran, telah mengkreditkan rekeningnya, dan itu sah selama tidak ada bantahan dalam waktu 90 hari," tambahnya.

Penjelasan ini sekaligus menjadi dasar bagi setiap konsumen atau nasabah bank yang telah beriktikad baik menyampaikan pelaporan kepada pihak bank atas transfer dana yang diterima namun tidak diketahui darimana asalnya, sepanjang telah melampaui masa kadaluarsa selama 90 hari.

Koordinator Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi, menyebut soal ramainya kabar nasabah atau konsumen yang menerima transfer dana yang berujung pidana di pengadilan. Padahal, lanjutnya, setiap konsumen yang menjadi nasabah bank memiliki hak konsumen yakni hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur juga jaminan keamanan dan kepastian hukum dari pelaku penyedia jasa keuangan.

"Ada dana yang masuk ke konsumen atau nasabah dan tidak diketahui dana dari mana, konsumen sudah menyampaikan kepada pelaku usaha bahwa menerima transfer, ini merupakan wujud iktikad baik konsumen" ungkapnya.

Menurut Sularsi, menjadi kewajiban penyedia jasa untuk menjelaskan kepada konsumen dana tersebut berasal dari mana. Sehingga, dalam keadaan ini konsumen tidak patut dipersalahkan selama ada bukti telah melakukan proses pelaporan kepada penyedia jasa sebagai bentuk iktikad baik.

Adapun menurut Adhe Adhari, Direktur Institut Diponegoro Center Of Criminal Law, sanksi pidana dalam UU Transfer Dana adalah bersifat ultimum remidium. "Karena UU ini core nya adalah UU bisnis, bukan UU pidana. Ketika ada sanksi pidana, maka pemberlakuannya harus diterapkan secara subsider berdasarkan asas 'The Subsidiarity of Penal Law',” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait