KPA Beberkan Penyebab Tumbuh Suburnya Praktik Mafia Tanah
Kaleidoskop 2021

KPA Beberkan Penyebab Tumbuh Suburnya Praktik Mafia Tanah

Mafia tanah tidak sesempit yang diberitakan pemerintah yang hanya terdiri dari penipu tunggal atau pemalsu dokumen, namun sindikat terorganisir yang banyak melibatkan pemangku kebijakan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Artinya mafia tanah tidak sesempit yang diberitakan pemerintah yang hanya terdiri dari penipu tunggal atau pemalsu dokumen, namun sindikat terorganisir yang banyak melibatkan pemangku kebijakan,” kritik Dewi.

Sebelumnya, Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, Siti Rakhma Mary Herwati, mencatat ada sejumlah kasus pelanggaran hak untuk hidup selama tahun 2021 antara lain perampasan tanah, air, dan kekayaan alam serta lingkungan hidup. Kasus agraria dalam kurun waktu 2017-2021 jumlahnya meningkat dari 363 kasus (2017), naik menjadi 364 kasus (2019), dan 376 kasus (2021). Sayangnya penyelesaian kasus agraria itu tidak ada kemajuan.

Kasus agraria yang terjadi sepanjang 2021 berasal dari berbagai sektor yakni perkebunan, pertambangan, infrastruktur, pengadaan tanah untuk pembangunan dan proyek strategis nasional. Dalam menangani konflik agraria, Rakhma mengatakan pemerintah kerap meneruskan proses pemberian izin kepada perusahaan swasta, BUMN, juga TNI untuk terus beroperasi dan menguasai tanah masyarakat. Padahal ada protes masyarakat termasuk dari perempuan dan masyarakat adat.

Perampasan tanah rakyat kerap dilakukan atas nama pembangunan. Kekerasan dan kriminalisasi tujuannya bukan untuk penyelesaian, tapi membungkam dan memaksa rakyat tunduk pada modal dan negara atas nama investasi dan infrastruktur. Keterlibatan aparat hukum dalam penyelesaian konflik agraria terus dibiarkan, didukung, atau aparat justru bertindak atas nama negara.

“Tidak ada akuntabilitas negara dalam penyelesaian konflik agraria. Justru negara/pemerintah menjadi pelaku dalam konflik tersebut,” katanya

Tags:

Berita Terkait