Kritik untuk PHK karena Pelanggaran Bersifat Mendesak
Kolom

Kritik untuk PHK karena Pelanggaran Bersifat Mendesak

Mahkamah Agung perlu memberikan panduan penerapan PHK karena pelanggaran mendesak dalam praktik di Pengadilan Hubungan Industrial.

Bacaan 6 Menit

Penjelasan Pasal 52 ayat 2 huruf a-j PP 35/2021 ini ternyata kutipan dari Pasal 158 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dalam hal PHK karena kesalahan berat. Jadi, pelanggaran bersifat mendesak dalam peraturan pelaksana UU Cipta Kerja sama dan identik dengan kesalahan berat dalam UU Ketenagakerjaan.

Pada awal berlakunya UU Ketenagakerjaan, PHK kesalahan berat dilakukan secara sepihak oleh pengusaha apabila tertangkap tangan, ada pengakuan pekerja, atau adanya laporan kejadian yang didukung dua orang saksi. PHK kesalahan berat terkesan lebih manusiawi. Bandingkan dengan pelanggaran bersifat mendesak yang tidak mensyaratkan tertangkap tangan, ada pengakuan pekerja, atau adanya laporan kejadian yang didukung dua orang saksi.

Penting diingat Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-I/2003 pada tanggal 28 Oktober 2004. Salah satu amar putusannya menyatakan ketentuan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan—soal PHK karena kesalahan berat— bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum yang mengikat.

Pertimbangan hukum MK terkait PHK karena kesalahan berat yang masuk kualifikasi tindak pidana menyebutkan, “...Ketentuan ini telah melanggar prinsip pembuktian terutama asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) dan kesamaan di depan hukum sebagaimana dijamin di dalam UUD 1945. Seharusnya bersalah tidaknya seseorang diputuskan lewat pengadilan dengan hukum pembuktian yang sudah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana…”.

Telaah hukum dari pertimbangan itu adalah bahwa pekerja harus memperoleh perlindungan hukum dari tuduhan kesalahan berat yang dituduhkan. Jadi, pengusaha tidak bisa melakukan PHK karena kesalahan berat tanpa proses hukum.

Penjelasan Pasal 52 ayat 2 PP 35/2021 mengenai pelanggaran bersifat mendesak yang sama dan identik dengan PHK karena kesalahan berat semestinya tidak perlu ada. Ini menjadi tidak etis dan abai terhadap putusan MK. Faktanya MK telah menyatakan proses PHK karena kesalahan berat bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hal serupa pernah disampaikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE-13/Men/Sj-Hk/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi atas Hak Uji Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (SE-13/Men/Sj-Hk/I/2005).

Tags:

Berita Terkait