Maknanya Kabur, Pasal 59 UU Pemda Seharusnya Direvisi
Berita

Maknanya Kabur, Pasal 59 UU Pemda Seharusnya Direvisi

Tiga orang ahli ilmu pemerintahan berpendapat bahwa pasal 59 Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengurangi hakekat demokrasi dalam pemilihan kepala daerah secara langsung.

Mys
Bacaan 2 Menit
Maknanya Kabur, Pasal 59 UU Pemda Seharusnya Direvisi
Hukumonline

 

Ironisnya, pasal 59 ayat (1) membuat batasan atau norma baru, yaitu "hanya yang memiliki kursi di DPRD" yang boleh mengajukan calon kepala daerah. Oleh karena itu, Alfitra Salam menganggap penjelasan pasal 59 ayat (1) itu menimbulkan norma baru yang mengaburkan norma pada batang tubuhnya. Penjelasan pasal itu menimbulkkan norma baru, ujar mantan staf ahli Mendagri itu.

 

Seharusnya, sesuai makna pasal 59 ayat (2), partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap boleh mengajukan calon. Meskipun suatu partai tidak memiliki perwakilan di DPRD, bukan berarti keberadaan partai tidak diakui lagi. Secara hukum, eksistensi semua partai tetap diakui hingga pemilu berikutnya. Yang dilarang adalah untuk ikut pemilu berikutnya jika tidak mencapai threshold, tandas Ryaas Rasyid.

 

J. Endi Rukmo malah lebih tegas. Kepala Bidang Antar Lembaga APPSI itu meminta agar Mahkamah Konstitusi ‘menghapus' pasal 59 ayat (1) dan penjelasannya dari Undang-Undang Pemda karena isinya saling bertentangan.

 

Menanggapi permintaan tersebut, Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan majelis hakim konstitusi. Namun ia meminta agar semua pihak membaca klausul-klausul yang dipersoalkan dibaca secara utuh.

 

Untuk memperjelas pro kontra seputar pasal 59 UU Pemda dan penjelasannya, Mahkamah Konstitusi meminta agar pemerintah menyerahkan risalah pembahasannya, termasuk draf awal RUU Pemda versi pemerintah. Kalau ada, draf akademiknya juga, kata ketua sidang Prof. Jimly Asshiddiqie.

Ketiga ahli tersebut adalah mantan Menteri Otonomi Daerah Prof. M Ryaas Rasyid, ahli dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) DR Alfitra Salam dan dosen ilmu pemerintahan J. Endi Rukmo. Mereka dimintai keterangan sebagai ahli sehubungan dengan pengujian pasal 59 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda yang dimohonkan pengurus Asosiasi Pemerintahan Propinsi Seluruh Indonesia (APPSI). 

 

Dalam keterangannya di depan persidangan Mahkamah Konstitusi hari ini (8/3), Prof. Ryaas Rasyid berpendapat bahwa pasal 59 ayat (1) sebenarnya sudah jelas. Yang harus dijelaskan justeu ayat (2). Ironisnya, pembuat undang-undang justeru menganggap ayat (2) sudah jelas dan yang diberi penjelasan justru ayat (1).

 

Berdasarkan ketentuan pasal 59 ayat (1), hanya pasangan yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik yang punya kursi di DPRD yang boleh menjadi calon kepala daerah. Partai seperti apa yang boleh mengajukan calon? Ayat (2) membuat syarat, yakni yang memperoleh minimal 15 persen kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara dalam Pemilu. 

 

Menurut Ryaas Rasyid, sebenarnya pembuat undang-undang sudah berbesar hati ketika memasukkan klausul "atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara dalam pemilu". Klausul ini memungkinkan partai yang tidak punya kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: