Memahami Perkembangan Hukum dan Bisnis Fintech di Indonesia
Utama

Memahami Perkembangan Hukum dan Bisnis Fintech di Indonesia

Adanya kenyamanan, kecepatan, keamanan dan kepercayaan konsumen kepada bisnis digital membuat bisnis digital masih dipilih.

CR-27
Bacaan 4 Menit

Selain kripto, Kementerian Koperasi juga telah menerbitkan Permen No.8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multipihak. Koperasi multipihak ini untuk melayani anggota, tapi juga bisa melayani masyarakat lain yang bukan anggota. Menurut Hendrikus, adanya koperasi multipihak ini memungkinkan terjadinya transaksi bisnis sekelas e-commerce. 

“Koperasi pun kini bisa membangun platform transaksi bisnis sekelas platform e-commerce dengan badan hukum koperasi, yang menjadi pembeda adalah jika ada peningkatan linier dan eksponensial, maka seluruh anggota koperasi merasakan keuntungan yang sama dan tidak ada jarak di antara si kaya dan si miskin,” jelasnya.

Hukumonline.com

Saat ini koperasi bisa diubah ke model multipihak kecuali koperasi simpan pinjam. Hendrikus menegaskan koperasi simpan pinjam berbeda dengan Peer to Peer (P2P) lending karena P2P lending adalah jasa marketplace dalam mempertemukan antar pihak.

Fenomena fintech yang semakin berkembang tentu memiliki risiko, baik usaha online ataupun usaha offline. Risiko fraud atau dana, seperti pemalsuan data menjadi rentan ketika memulai bisnis. Untuk menghindari pemalsuan data, misalnya, Hendrikus menekankan agar pelaku usaha harus menggunakan tanda tangan digital yang berinduk di sentral untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Sejalan dengan hal itu, Founding Partner Harvady, Marieta & Mauren Law Firm/Komite Etika Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Windri Marieta, menyebut dalam praktik banyak ditemui permasalahan dalam penyelenggaran fintech. “Banyak aspek hukum yang terlewati dalam menaati ketentuan dalam fintech. Bahkan apa yang telah tertulis jelas di POJK No. 77 Tahun 2016 yang merupakan satu sumber hukum pun terkadang terlewati dalam praktiknya,” ungkapnya.

Menurut Windi, ada beberapa aspek penting yang perlu diketahui oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis fintech P2P lending. Fakta bahwa tidak semua konsultan hukum memahami bahwa penyelenggaraan berbasis P2P lending masuk ke pedoman perilaku. Dalam Pasal 48 POJK No.77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dinyatakan bahwa penyelenggara wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang ditunjuk oleh OJK.

OJK telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) sebagai wadah penyelenggara P2P lending. AFPI memiliki pedoman perilaku yang mengatur hal-hal yang belum diatur secara lengkap dalam POJK No. 77 Tahun 2016, seperti bunga dan penagihan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait