Menggugat Autentikasi Surat KMA Nomor 73 Tahun 2015
Kolom

Menggugat Autentikasi Surat KMA Nomor 73 Tahun 2015

Surat KMA Nomor 73 harus batal demi hukum (van rechtwageneting) ketika diajukan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

Bacaan 9 Menit

Padahal dari sudut pandang hukum administrasi setiap kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk kebijakan administrasi diperlukan kepercayaan publik yang dalam hal ini salah satu syarat dari adanya public trust adalah pembuatan peraturan pelaksana suatu undang-undang berdasarkan asas: “…those qualities of a decision process that provide arguments for the acceptable ofits decisions".

Pada konteks demikian, artinya kualitas suatu keputusan dalam kebijakan publik dapat dianggap berkualitas jika keputusan itu dapat diterima baik oleh orang/badan yang secara langsung berhubungan dengan keputusan itu atau orang/badan yang tidak secara langsung terkena dampak dari keputusan dalam kebijakan publik itu.

Oleh karena itu SKMA ini harus batal demi hukum (van rechtwageneting).

Maka suatu keputusan yang dinyatakan batal demi hukum, akan berakibat keputusan yang dibatalkan itu berlaku surut, terhitung mulai saat tanggal dikeluarkannya keputusan yang dibatalkan itu. Keadaan dikembalikan pada keadaan semula sebelum dikeluarkannya keputusan tersebut (ex-tunc) dan akibat hukum yang telah ditimbulkan oleh keputusan itu dianggap tidak pernah ada.

Penutup

Berdasarkan uraian dan paparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa surat KMA Nomor 73 merupakan produk diskresi pengaturan kebijakan yang berlaku secara internal di lingkungan MA. Maka ketika diperbandingkan dengan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 Tahun 2016, maka Surat Ketua MA ini tidak lazim, baik secara nomenklatur maupun validitasnya karena kategorisasi yang dikenal hanya Peraturan Mahkamah Agung (Perma), Surat Edaran MA (Sema) dan Surat Keputusan.

Oleh karenanya, Surat KMA Nomor 73 tersebut dengan demikian tidak valid karena bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 3085 K/PDT/2021 tanggal 4 November 2021, maupun semangat Putusan MK Nomor 35/PUU-XVI/2018 serta putusan-putusan MK sebelumnya yang menyatakan organisasi advokat berformat single bar system yakni PERADI.

Maka ketika ditafsirkan oleh Ketua MA melalui Surat KMA Nomor 73 bahwa organisasi profesi advokat sebagai multi bar system karena memberikan peluang kepada Ketua PT untuk melakukan penyumpahan advokat yang diusulkan oleh berbagai organisasi profesi advokat selain PERADI, maka produk hukum demikian dapat dilakukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal demikian dikarenakan Surat KMA Nomor 73 ini bertentangan dengan AAUPB dan prinsip diskresi negara hukum Pancasila atau bahkan dapat dikategorisasi sebagai abuse of power. Maka Surat KMA Nomor 73 harus batal demi hukum (van rechtwageneting) ketika diajukan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

*)Shalih Mangara Sitompul, adalah seorang advokat/Wakil Ketua Umum DPN PERADI.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait