Negara Diingatkan Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa
Berita

Negara Diingatkan Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa

Untuk melindungi setiap orang dari penghilangan paksa yang pernah terjadi di masa lalu. Karena itu, ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa ini layak masuk dalam Prolegnas periode 2019-2024.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Sejumlah korban kasus Talangsari Lampung 1989 saat berunjuk rasa di depan Kejagung, Jakarta. Mereka menuntut Kejagung segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi 25 tahun lalu dan menghilangkan 426 nyawa.
Sejumlah korban kasus Talangsari Lampung 1989 saat berunjuk rasa di depan Kejagung, Jakarta. Mereka menuntut Kejagung segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi 25 tahun lalu dan menghilangkan 426 nyawa.

Berbagai macam peristiwa penghilangan paksa pernah terjadi di Indonesia. Untuk mencegah agar peristiwa itu tidak terjadi lagi, sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti KontraS, Ikohi, dan AFAD mendesak pemerintah dan DPR untuk segera meratifikasi konvensi internasional untuk perlindungan semua orang dari penghilangan paksa.

 

Koordinator KontraS Yati Andriyani menilai ratifikasi itu sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam melakukan perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM.  Bagi Yati, konvensi itu sangat penting karena sebagai landasan hukum HAM internasional yang dapat memberi perlindungan bagi setiap orang dari penghilangan paksa.

 

Dia mencatat sedikitnya ada 7 peristiwa penghilangan paksa dalam berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia pada masa orde baru. Meliputi peristiwa 1965-1966; Timor-Timur 1975-1999; Tanjung Priok 1984; Tragedi Talangsari 1989; Masa DOM di Aceh dan Papua; penembakan misterius 1981-1985; dan penculikan aktivis 1997/1998.

 

“Konvensi ini dibutuhkan sebagai upaya preventif dan korektif negara dalam menjamin perlindungan bagi semua orang dari penghilangan paksa. Mengingat praktik penghilangan paksa pernah terjadi di Indonesia,” kata Yati ketika dikonfirmasi, Senin (2/12/2019). Baca Juga: Pemerintah Perlu Segera Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa

 

Yati mengingatkan pengesahan konvensi ini sejalan dengan rekomendasi DPR tahun 2009 untuk kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998. Butir keempat rekomendasi DPR itu mengusulkan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.

 

Menurut Yati, rencana ratifikasi ini telah masuk dalam rencana aksi nasional (RAN) HAM periode 2011-2014 dan 2015-2018. Tahun 2010 silam, pemerintah telah menandatangani konvensi ini. Yati berpendapat ada banyak keuntungan bagi Indonesia jika konvensi ini diratifikasi antara lain memperkuat sistem legislasi dan memperkuat supremasi hukum.

 

“Ini terkait kepastian hukum bagi korban dan keluarganya. Dalam kasus penghilangan paksa, kepastian hukum memberikan afirmasi akan keberadaan/status korban,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait