Palu Hakim dan Investasi Asing di Indonesia
Kolom

Palu Hakim dan Investasi Asing di Indonesia

Pengadilan Indonesia perlu mendukung agar kontrak bisnis internasional dihormati. Kepastian hukum bagi investor asing di Indonesia harus dijaga dengan baik agar iklim investasi di Indonesia lebih menarik dan kompetitif.

Bacaan 5 Menit

Baik Heritage maupun HITS sama sekali tidak melaksanakan dua putusan pengadilan asing tersebut itu untuk memenuhi kewajibannya. Heritage dan HITS bahkan tidak melakukan pembayaran kewajibannya sampai tulisan ini dibuat. Demi keadilan, Parbulk melayangkan gugatan perdata kepada HITS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di awal tahun 2023, setelah berlalu lebih dari 14 tahun,

Kasus ini menunjukkan ketidakpastian hukum dalam menjalankan putusan pengadilan asing di Indonesia. Hal ini karena minimnya ketentuan yang mengatur pelaksanaan putusan pengadilan asing. Hingga sekarang hanya diatur dalam Pasal 436 Rv (Reglement of de Rechtsvordering) yang menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha luar negeri dalam memperjuangkan haknya.

Hal tersebut dapat dipahami karena dalam ayat (3) atau alinea ketiga Pasal 436 Rv, dikatakan “.........het vonnis van vremde regters of rechtsblanken niet ten uitvoer geled” yang artinya; “Putusan pengadilan/Hakim asing tidak dapat dieksekusi oleh Pengadilan Negeri”. Putusan pengadilan asing tidak dapat langsung dieksekusi (direct enforcement)—seperti lazimnya suatu putusan pengadilan nasional—antara lain juga karena Indonesia belum meratifikasi Convention on Recognition and Execution of Foreign Judgements in Civil and Commercial Matters (atau dikenal dengan nama Konvensi Den Haag 1971). Indonesia juga tidak memiliki perjanjian multilateral lainnya yang mengatur pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan asing di Indonesia.

Sikap dan pendirian penegakan hukum seperti ini karena berpedoman pada asas Territorial Sovereignty. Kekuatan eksekutorial putusan pengadilan berlaku terbatas pada wilayah hukum negara terkait. Implikasinya adalah putusan pengadilan asing tidak dapat langsung dilaksanakan apabila tergugat/debitur berada di luar yurisdiksi pengadilan yang berwenang memutus perkara. Terlebih lagi bila ternyata diperlukan upaya paksa untuk memenuhi putusan pengadilan tersebut. Namun, perkara yang telah diputus oleh putusan asing masih dapat diajukan, diperiksa, dan diputus lagi di pengadilan Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana sebaiknya kasus di atas diselesaikan?

Putusan Pengadilan Asing sebagai Alat Bukti

Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang menangani kasus tersebut di atas akhirnya mengeluarkan putusan sela pada 12 September 2023. Putusannya ialah menolak eksepsi kompetensi absolut tergugat (HITS) dan menyatakan PN Jakarta Selatan berwenang mengadili perkara, serta memerintahkan kedua belah pihak yang berperkara untuk melanjutkan persidangan.

Dengan kata lain, Majelis Hakim mengabulkan upaya Parbulk sebagai penggugat. Perkara ini diterima sebagai gugatan wanprestasi oleh HITS (tergugat)—terhadap Surat Pernyataan Penanggungan yang dibuat—alih-alih perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Putusan ini sangat tepat. Merujuk ketentuan Pasal 436 ayat (2) Rv, isinya menyatakan bahwa suatu putusan pengadilan asing dapat diajukan kembali untuk kemudian diputuskan di pengadilan Indonesia. Pengajuan kembali gugatan yang telah diputus oleh pengadilan asing tersebut dikenal sebagai gugatan re-litigasi. Secara harfiah artinya suatu gugatan kembali atas perkara yang telah diputus pada pengadilan asing untuk diputus kembali oleh pengadilan di Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait