Permohonan Pengujian UU Kehutanan Direvisi
Berita

Permohonan Pengujian UU Kehutanan Direvisi

Masalah surat kuasa dari 92 orang yang ikut mengajukan permohonan masih dipersoalkan hakim panel.

Mys
Bacaan 2 Menit
Permohonan Pengujian UU Kehutanan Direvisi
Hukumonline

 

Dalam persidangan kedua ini, panel hakim sempat mempertanyakan surat kuasa dari 92 orang pemohon. Menurut Dede Nurdin, dari 92 itu 11 pemohon merupakan pemohon lembaga, sisanya 81 merupakan pemohon perseorangan. Ia memastikan bahwa ke-92 pemohon itu sudah menandatangani surat kuasa. Dan ia meyakinkan bahwa para pemohon tersebut tidak fiktif, dalam arti bisa dipertanggungjawabkan.  

Tim Advokasi Penyelamatan Hutan Lindung (TAPHL) akhirnya memperbaiki berkas permohonan pengujian Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Selain itu, dalam persidangan yang berlangsung di gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (4/3), TAPHL juga menyampaikan 40 alat bukti untuk memperkuat argumennya.

 

Perbaikan berkas permohonan itu merupakan saran-saran dari hakim panel Mahkamah Konstitusi (MK) pada persidangan sebelumnya. Setidaknya ada dua perubahan penting dalam berkas permohonan TAPHL. Pertama, soal alur pembahasan perundang-undangan yang dimintakan judicial review. Ini terkait dengan permohonan uji formil terhadap pengesahan Perppu No. 1 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang.

 

Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 merupakan penetapan Perppu No. 1 Tahun 2004 yang disahkan DPR. Isinya, mengubah larangan melakukakan pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung sebagaimana diatur pada Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.  

 

Pada persidangan terdahulu, hakim ketua Prof. Mukhtie Fadjar sempat mengingatkan pemohon bahwa apabila UU No. 19/2004 dibatalkan, sangat mungkin yang berlaku adalah Perppu. Dede Nurdin, koordinator TAPHL, mengatakan tidak sependapat dengan kekhawatiran majelis. Untuk itu, dalam permohonan mereka menguraikan argumen bahwa jika UU No. 19 dinyatakan tidak berlaku, maka yang harus menjadi acuan adalah undang-undang terdahulu, yakni UU No. 41 Tahun 1999.

 

Kedua, pemohon menyesuaikan kecenderungan majelis menggunakan Konstitusi sebagai acuan judicial review. Majelis memang mengingatkan agar pemohon selalu mengacu ke UUD 1945. Itu sebabnya, pada permohonan yang telah direvisi, pemohon telah mencantumkan secara detail pasal-pasal Konstitusi yang dilanggar dengan berlakunya UU No. 19/2004. Misalnya, pasal 33, pasal 28 dan pasal 22 UUD 1945. Sebaliknya, ada pasal Konstitusi yang dihapuskan pada permohonan yang direvisi, yakni pasal 2 dan pasal 3 tentang kedaulatan rakyat.

Tags: