RUU Pemda dan RUU MA, Pintu Pertama Membenahi Prosedur Pengujian Perda
Kolom

RUU Pemda dan RUU MA, Pintu Pertama Membenahi Prosedur Pengujian Perda

Undang-Undang perlu mengatur pembagian kompetensi pengawasan perda berdasarkan jenis perda antara pemerintah dan MA.

Bacaan 2 Menit

Membenahi Prosedur Pengawasan

Permasalahan tidak optimalnya pengawasan perda juga terletak pada masalah ketidaksiapan sistem dalam menjalankan mekanisme pengawasan yang sudah diatur dalam peraturan perundag-undangan. Pengawasan perda seluruhnya dilakukan oleh pemerintah pusat melalui kementerian. Padahal pengaturan pengawasannya sudah dibuat secara berjenjang dengan melibatkan pemerintah provinsi. Pengawasan secara terpusat ini menjadikan beban kementerian terkait sangat besar. Pengawasan perda baik secara evaluasi maupun klarifikasi diatur dalam jangka waktu tertentu.Sehingga pengawasannya tidak berjalan baik.Pemerintah pun tidak konsisten menerapkan peraturan perundang-undangan untuk melibatkan pemerintah provinsi.

Ada dua penyebab terhadap masalah ini. Pertama, pengaturan pengawasan berjenjang tidak diikuti dengan penunjukan unit kerja yang berwenang untuk melakukan pengawasan. Permendagri hanya mengatur pembentukan tim pengawas (tim klarifikasi atau evaluasi) perda yang dibentuk secara ad hoc. Pembentukan tim ad hoc ini juga terjadi di tingkat Kemendagri untuk melakukan pengawasan evaluasi maupun klarifikasi. Padahal pengawasan perda adalah kegiatan rutin karena perda terus diterbitkan. Kedua, tidak ada upaya pemerintah pusat untuk mendorong kesiapan pemerintah provinsi baik terhadap struktur organisasi atau SDM pendukung untuk melakukan pengawasan terhadap perda.

Ketidaksiapan SDM ini berhubungan erat dengan ketidakjelasan unit kerja yang bertanggungjawab melakukan pengawasan. Oleh karena itu, pengawasan perda ini harus dilakukan oleh unit kerja yang ditunjuk melakukan kegiatan tersebut baik di tingkat kementerian maupun di tingkat pemerintah provinsi. Unit kerja ini hanya menjalankan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan perda tidak bisa dianggap sebagai kegiatan “sampingan” yang bisa diserahkan unit kerja yang memiliki fungsi lain. Misalnya biro hukum yang juga memiliki tugas dan fungsi lain. Selain penunjukan unit kerja, pemerintah juga harus melakukan upaya untuk menyiapkan SDM di tingkat pemerintah provinsi agar mampu menjalankan fungsi pengawasan perda ini secara baik. Sehingga pengawasan perda ini dapat didelegasikan pelaksanaannya kepada pemerintah provinsi sesuai dengan mekanisme yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, di ranah yudikatif juga perlu dilakukan upaya perbaikan mekanisme judicial review perda. Perda sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang harus dibedakan prosedur pengujiannya dengan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang lainnya seperti Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan sebagainya. Perda merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh legislatif dan eksekutif. Perda layaknya undang-undang dengan batas keberlakuan yang lebih sempit. Perda merupakan cerminan aspirasi masyarakat daerah melaui mekanisme representasi dan partisipasi untuk mengatur wilayahnya sendiri. Bahkan keberadannya sudah dijamin dalam UUD. Oleh karena itu mekanisme pengujiannya  perlu diubahmenyesuaikan dengan kedudukan perda sebagai instrument hukum dan produk legislasi di tingkat daerah.

Proses pemerikasaan permohonan pengujian perda harus dilakukan secara terbuka. Praktek selama ini, seperti yang diuraikan pada bagian awal, pemeriksaan pengujian perda tidak dapat diakses oleh masyarakat. Tidak seperti pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Pemohon dan pemerintah daerah tidak dapat beradu argumen dalam persidangan. Bisa jadi selama ini MA memberlakukan pengujian perda seperti pemeriksaan perkara kasasi maupun PK yang tidak perlu melibatkan para pihak. Padahal perda sebagai aturan yang bersifat umum mengikat masyarakat secara luas, berbeda dengan perkara kasasi dan PK yang sifatnya mengikat pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, hukum acara pengujian perda ini harus diubah dengan membuat proses pengujiannya terbuka dan melibatkan pemohon serta pemerintah daerah sebagai pembentuk perda. Perda dibentuk dengan proses yang terbuka. Seharusnya proses pengujiannya juga dilakukan secara terbuka.

Selain untuk memenuhi prinsip transparansi peradilan, pelaksanaan pengujian perda secara terbuka ini juga sebagai forum terbuka bagi pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan aturan yang telah dibuat di depan hakim, pemohon dan masyarakat. Dengan begitu akan ada pengaruh bagi proses pembentukan perda di daerah. Ada mekanisme pertanggungjawaban yang dibuat secara terbuka. Seperti halnya pertanggungjawaban DPR dan pemerintah atas undang-undang yang telah dibuat di persidangan Mahkamah Konstitusi. Hal ini akan menjadi pendorong bagi daerah untuk memperbaiki kualitas legislasinya. Di sisi lain, hakim juga akan bersungguh-sungguh dalam memeriksa permohonan, membuat pertimbangan dan memutus permohonan karena prosesnya di awasi oleh masyarakat dengan membuat prosedur pemeriksaan yang terbuka dan melibatkan para pihak.

Masalahannya, jika sidang pengujian perda dilakukan terbuka dan melibatkan para pihak berarti pemohon dan pemerintah daerah harus ke Jakarta untuk mengikuti persidangan. Hal ini bisa jadi menyulitkan bagi para pemohon dan pemerintah daerah. Oleh karena itu perlu dilakukan terobosan dengan memberi kewenangan kepada Pengadilan  Tinggi (TUN) untuk melakukan pengujian perda sesuai dengan wilayah hukum masing-masing. Pelaksanaan pengujian oleh pengadilan tinggi akan memudahkan masyarakat terutama pemohon mengikuti jalannya persidangan dan lebih realistis untuk mempertemukan pemohon dan pemerintah daerah di wilayah provinsinya.

Tags: