SE Jaksa Agung: Jaksa Harus Berani Menolak Suap
Berita

SE Jaksa Agung: Jaksa Harus Berani Menolak Suap

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan tujuh butir petunjuk kepada para Kajati dan Kajari dalam menangani perkara-perkara korupsi. Salah satunya agar jaksa berani menolak suap dalam segala bentuknya.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
SE Jaksa Agung: Jaksa Harus Berani Menolak Suap
Hukumonline

 

Ketiga, Kajati dan Kajari bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyidikan, penuntutan dan eksekusi perkara-perkara pidsus, antara lain pemberkasan perkara, penyusunan surat-surat dakwaan, requisitor, memori banding, kasasi dan kontra memorinya, serta eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

 

Keempat, Kajati dan Kajari wajib mengontrol secara kontiniu keberadaan barang-barang bukti penting perkara korupsi, termasuk dokumen, aset tanah dan bangunan, uang dan surat berharga yang disita kejaksaan.

 

Kelima, Kajari dan Kajati bertanggung jawab terhadap eksekusi putusan pengadilan perkara pidana khusus yang sudah berkekuatan hukum tetap, baik terhadap terpidana maupun terhadap barang buktinya dan melaporkan ke pimpinan bila ada kesulitan/permasalahan.

 

Keenam, segenap jajaran Kejaksaan, para jaksa dan terutama pimpinan satuan kerja, pejabat struktural di Kejari, Kejati dan para Jaksa Agung Muda (JAM) agar sejak Surat Edaran itu dikeluarkan benar-benar menjaga integritas moral dan berani menolak suap dalam berbagai bentuknya.

 

Ketujuh, saat ini adalah momentum terbaik sebagai titik awal bagi segenap jajaran Kejaksaan untuk mengangkat citra dan wibawa Kejasaan dan memperoleh kepercayaan serta dukungan masyarakat.

 

Pada bagian akhir SE-nya Abdul Rahman Saleh mengharapkan agar jajaran Kejaksaan menunjukkan kesiapan melakukan perubahan sikap prilaku dan bersungguh-sungguh memberantas KKN di seluruh Indonesia.

Salah satu tugas berat Abdul Rahman Saleh setelah dilantik menjadi Jaksa Agung adalah memberantas korupsi. Data per 10 November 2004 menunjukkan bahwa  Kejaksaan Agung sedang menyidik 178 perkara korupsi. Namun jumlah total perkara korupsi yang masuk ke Kejaksaan jauh lebih banyak. Dalam masa 100 hari pemerintahan SBY-JK ditargetkan selesai 76 perkara hingga ke tahap penuntutan. Celakanya, sejumlah perkara yang menarik perhatian masyarakat justeru dihentikan penyidikannya.

 

Setelah mencermati perkembangan yang ada tersebut, akhirnya Abdul Rahman Saleh mengambil inisiatif membuka kembali sejumlah kasus yang sudah SP3. Kapuspenkum Kejaksaan Agung RJ Soehandojo menyebut lima perkara yang SP3 akan ditinjau ulang. Dua diantaranya kasus Syamsul Nursalim dan Ginandjar Kartasasmita.

 

Selain review atas SP3, Abdul Rahman Saleh juga mengekuarkan Surat Edaran No. SE-007/A/JA/11/2004 tentang Mempercepat Proses Penanganan Perkara-Perkara Korupsi se-Indonesia. Surat Edaran itu ditandatangani pada 26 November lalu. Apa saja isinya?

 

Pertama, semua penyidikan perkara-perkara korupsi yang masih ada di seluruh Kejati dan Kejari agar dituntaskan dalam waktu tiga bulan, yakni dalam periode 20 Oktober 2004 hingga 20 Januari 2005.

 

Kedua, untuk perkara korupsi yang penting atau menarik perhatian masyarakat (menyangkut pejabat negara, legislatif, eksekutif, tokoh masyarakat dan tokoh bisnis) agar diutamakan penyelesaiannya, dan dalam waktu satu bulan ini segera melaporkan perkembangannya ke Kejaksaan Agung.

Halaman Selanjutnya:
Tags: