Seruan Profesor Farida Patittingi untuk Melindungi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Perempuan dan Pendidikan Hukum:

Seruan Profesor Farida Patittingi untuk Melindungi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Mencegah eksploitasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang mengabaikan keadilan sosial. Berdampak pula pada ketahanan nasional dalam menjaga batas-batas kedaulatan negara.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada 1990, Farida mulai bertugas sebagai dosen di almamaternya pada 1991. Studi magister hukum ditempuhnya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Selepas meraih gelar magister tahun 2000, ia menyelesaikan studi doktor ilmu hukum pada 2008 di Universitas Hasanuddin.

Kecintaannya pada bangsa dan negara tercermin dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Farida memilih tema bidang hukum agraria sesuai kompetensi khusus yang dirintisnya sejak jenjang sarjana.

Melindungi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

“Perkenankan saya untuk menyampaikan sebuah tawaran pemikiran terhadap pengaturan  penguasaan dan pemilikan tanah di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” kata Farida dalam pembukaan orasi ilmiah pengukuhannya kala itu. Ia memberi judul orasi tersebut ‘Penerapan Prinsip Keadilan Sosial (Social Justice) dalam Pengaturan Penguasaan dan Pemilikan Tanah di Wilayah Pesisir dan  Pulau-Pulau Kecil di Indonesia’.

Farida meyakini bahwa persoalan agraria terutama penguasaan tanah adalah urusan sumber daya strategis. Kehidupan berbangsa dan bernegara selalu membutuhkan lahan tanah sebagai tempat kedudukan sekaligus faktor penggerak kesejahteraan. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Fakta fisik membuktikan bahwa Indonesia terbentuk dari konfigurasi pulau-pulau yang berjumlah sekitar 17.504 dengan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer.

Susunan pulau yang demikian banyak itu ternyata sebagian besar berupa pulau-pulau kecil yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 13.000 buah. “Pulau-pulau kecil ini berperan strategis sebagai penentu batas negara,” katanya kepada hukumonline.

Farida menyampaikan kritik bahwa politik hukum agraria terhadap tanah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak cukup bijak menimbang peran strategis tersebut. Masyarakat lokal penghuni pesisir dan pulau-pulau kecil kerap dalam posisi lemah yang mudah digusur pemerintah. Alasannya karena tidak memiliki bukti kepemilikan sertifikat.

Kritik Farida saat itu terutama soal Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Seluruh tanah pesisir dan pulau-pulau kecil langsung dinyatakan sebagai tanah negara. Padahal hukum yang hidup di masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil telah lama berlaku sebelum kehadiran negara. Atas nama ketahanan nasional, pengelolaan tanah di pesisir dan pulau-pulau kecil tidak bisa mengabaikan hukum yang hidup di masyarakat termasuk hukum adat soal pertanahan.

Tags:

Berita Terkait