Tiga Tahapan Penting Penyusunan Legal Due Diligence
Utama

Tiga Tahapan Penting Penyusunan Legal Due Diligence

Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan berjenjang.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Selanjutnya, dia membeberkan sedikitnya 3 tahap penting dalam menyusun legal due diligence. Pertama, perencanaan, yakni mengetahui tujuan diadakannya uji tuntas. Memahami siapa klien atau pengguna dari laporan legal due diligence ini. Pada tahap ini perlu dilakukan penyusunan jadwal dan tahapan pekerjaan. Melakukan identifikasi peraturan terkait dan membuat daftar pertanyaan serta daftar pihak yang perlu diminta keterangan. Terakhir, membuat daftar dokumen yang akan diperiksa (disampaikan dalam bentuk surat permintaan dokumen).

Kedua, pelaksanaan (aktivitas). Dimulai dengan memeriksa dokumen terkait beserta kelengkapannya dan segala peraturan terkait. Kemudian melakukan konfirmasi atas dokumen yang diperiksa, seperti melihat kondisi lapangan. Konfirmasi juga dilakukan dengan instansi atau lembaga penerbit, dan dengan pengguna jasa atau pihak lain yang ditunjuk.

Kemudian, melakukan wawancara dan/atau meminta keterangan tertulis, dan rapat due diligence dengan tim lain yang sedang melakukan due diligence. Perlu juga dilakukan penelusuran dokumen di pengadilan, misalnya apakah ada proses sengketa yang terkait dengan perusahaan. Terakhir penulisan laporan legal due diligence.

Ketiga, pengawasan berjenjang. Dalam sebuah firma hukum biasanya tahap penyusunan dilakukan oleh associate, kemudian dilakukan supervisi dan quality control oleh senior associate. Pemeriksaan akhir dilakukan oleh partner. Menurut Indra, jika dirasa ada yang kurang maka dikembalikan ke senior associate untuk dilengkapi atau diperbaiki.

Hukumonline.com

Indra Ramadhona Sarumpaet saat pemaparan materi

Mulai hybrid

Rekan sekantor Indra di Dewi Djalal and Partners, Ari Wahyudi Hertanto, berpendapat segala sesuatu tentang due diligence berkaitan dengan finansial. Bisa jadi finansial itu dalam bentuk keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, liabilitas, insentif, atau yang lainnya. Aspek finansial ini bisa juga digunakan untuk memitigasi kemungkinan yang akan terjadi.

Misalnya, ada sebuah perusahaan pesawat terbang yang diakuisisi ternyata memiliki utang yang sangat besar. Due diligence dilakukan sebelum akuisisi untuk memitigasi risiko. Nantinya, due diligence itu menjadi titik tolak negosiasi harga jual perusahaan pesawat tersebut. Begitu juga bank yang ingin go public, terlebih dulu harus menjalankan due diligence.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Ari melihat proses pelaksanaan due diligence di Indonesia sifatnya masih konvensional karena mengandalkan dokumen baik cetak dan digital. Negara lain seperti yang terdekat dengan Indonesia sudah memanfaatkan teknologi canggih yang disebut sebagai “smart computer” dalam melaksanakan due diligence dengan menggunakan data berbasis digital.

“Pemanfaatan teknologi itu membuat pelaksanaan due diligence relatif cepat daripada konvensional,” kata dia.  

Tapi, saat ini pembuatan due diligence di Indonesia sudah mulai dilakukan dengan cara hybrid atau menggunakan basis dokumen cetak dan digital. “Kalau sekarang kita sudah mulai model hybrid. Kalau dulu kita harus masuk ke data room (dimana dalam satu ruangan terkumpul dokumen yang dibutuhkan dan berbasis cetak, red),” katanya.

Tags:

Berita Terkait