“Kami perlu mengubah paradigma bahwa sanksi seolah-oleh hukuman, tapi justru sanksi itu untuk mengubah kapasitas penyedia. Begitupun daftar hitam, bukan untuk mematikan usaha penyedia, tetapi sebagai instrumen pembinaan,” jelas Ketsia.
Menutup sesi panelis, Ketsia menjelaskan beberapa tantangan implementasi PBJ salah satunya terkait potensi fraud seperti mark-up dan suap. Ia menegaskan bahwa aturan yang telah dibuat memang tidak sempurna dan tidak detail, sehingga masih terbuka ruang untuk inovasi dan perbaikan. Sehingga, katanya, hal tersebut masih menjadi tantangan bersama.
Selain itu, lanjut Ketsia, untuk menghindari fraud dalam PBJ dibutuhkan kualifikasi SDM yang profesional dan certified. Meskipun sistemnya sudah bagus, ujarnya, kalau manusianya tidak bisa dijaga, akan sulit untuk menghindari fraud. Demikian juga terkait Persekongkolan, menurut Ketsia, terjadi bukan hanya di antara PA, PPK, dan Pokja, tetapi juga di antara penyedia.
“Untuk itu kami memerlukan bantuan berbagai pihak termasuk Bapak/Ibu APIP untuk mengawasinya,” pungkasnya.