Apa bunyi pasal 184 KUHAP? Apa saja alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ditentukan mengenai 5 alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Lalu, bagaimana penjelasan masing-masing alat bukti tersebut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Isi Pasal 184 KUHAP
Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengatur tentang alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, yang bunyinya sebagai berikut:
Kemudian, kekuatan alat bukti dapat membuktikan putusan pengadilan bahwa putusan itu benar, sehingga si tersangka dinyatakan bersalah. Dalam penyelesaian perkara pidana, seseorang dianggap bersalah apabila sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kekuatan alat bukti inilah yang mendukung putusan hakim di pengadilan dalam memutuskan perkara.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebagai informasi, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya.[2] Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang.[3] Namun, dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah.[4]
Selanjutnya, menurut Pasal 184 ayat (2) KUHAP, hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Jenis-jenis Alat Bukti yang Sah dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP
Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.[5]
Pada umumnya, semua orang dapat menjadi saksi. Namun, kekecualian menjadi saksi terdapat dalam Pasal 168 KUHAP. Lalu, dalam hal kewajiban saksi mengucapkan janji atau sumpah, KUHAP masih mengikuti peraturan lama (HIR), di mana ditentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak suatu kesaksian sebagai alat bukti.[6]
Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP ditentukan bahwa sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
Keterangan Ahli
Apakah yang disebut ahli? Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.[7]
Lalu, pada dasarnya keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi. Keterangan seorang saksi adalah mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri, sedangkan keterangan ahli adalah mengenai suatu penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu.[8]
Alat Bukti Surat
Surat-surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.[9] Selain Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebut alat bukti surat, terdapat Pasal 187 KUHAP yang mengatur tentang alat bukti surat sebagai berikut:
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Alat Bukti Petunjuk
Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberikan definisi petunjuk sebagai berikut:
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Lalu, petunjuk sebagaimana dimaksud hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan/atau keterangan terdakwa.[10] Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.[11]
Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Pada dasarnya, semua keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat sebagai berikut:[12]
Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan;
Mengaku ia bersalah.
Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas dari pengertian pengakuan terdakwa, bahkan menurut Memorie van Toelichting Ned. Sv., penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah.[13]