KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Arti Due Process of Law

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Arti Due Process of Law

Arti <i>Due Process of Law</i>
Vira Sintia, S.H.Chandra Marpaung & Partners
Chandra Marpaung & Partners
Bacaan 10 Menit
Arti <i>Due Process of Law</i>

PERTANYAAN

Apa yang dimaksud dengan due process of law? Mohon penjelasannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Arti due process of law adalah proses hukum yang adil. Proses hukum yang adil ini berupa penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan (yang dirumuskan adil) secara formal dan juga mengandung jaminan hak atas kemerdekaan dari seorang warga negara.

    Due process of law berasal dari dokumen Magna Charta 1215 yang berarti jaminan konstitusional dimana tidak seorangpun dapat dirampas nyawa, kebebasan, maupun harta bendanya karena alasan yang sewenang-wenang.

    Lantas, bagaimana implementasi due process of law dalam sistem peradilan pidana di Indonesia?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Arti Due Process of Law

    Mardjono Reksodiputro menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia, arti due process of law adalah proses hukum yang adil. Lebih lanjut, makna dari proses hukum yang adil (due process of law) tidak saja berupa penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan (yang dirumuskan adil) secara formal, tetapi juga mengandung jaminan hak atas kemerdekaan dari seorang warga negara.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Arti Putusan Pengadilan Batal Demi Hukum

    Arti Putusan Pengadilan Batal Demi Hukum

    Tobias dan Petersen menyatakan bahwa due process of law berasal dari dokumen Magna Charta 1215 yang berarti jaminan konstitusional dimana tidak seorangpun dapat dirampas nyawa, kebebasan, maupun harta bendanya karena alasan yang sewenang-wenang (constitutional guaranty… that no person will be deprived of life, liberty or property for reasons that are arbitrary).[2]

    Adapun menurut Atip Latipulhayat, due process of law adalah jaminan konstitusional yang memastikan adanya proses hukum yang adil yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk mengetahui proses tersebut dan memiliki kesempatan untuk didengar keterangannya mengapa hak hidup, kebebasan, dan harta miliknya dirampas atau dihilangkan. Due process of law adalah jaminan konstitusional yang menegaskan bahwa hukum tidak ditegakkan secara irasional, sewenang-wenang, atau tanpa kepastian.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun inti dari due process of law adalah:[4]

    1. Tersangka maupun terdakwa berhak untuk didengar pandangannya tentang bagaimana peristiwa yang dituduhkan padanya itu terjadi (hearing);
    2. Dalam pemeriksaan (sejak pertama kali di kepolisian) berhak didampingi oleh penasihat hukum (legal counsel);
    3. Terdakwa berhak mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyusun dan mengajukan pembelaannya (defense);
    4. Kewajiban penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa dengan bukti-bukti yang sah menurut hukum (legal evidence);
    5. Pengadilan yang memeriksa harus bebas dari tekanan siapapun dan dengan hakim yang tidak berpihak (a fair and impartial court).

    Due Process of Law dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

    Implementasi due process of law tercermin dalam asas-asas KUHAP sebagai berikut:[5]

    1. Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun;
    2. Praduga tak bersalah;
    3. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;
    4. Hak untuk mendapat bantuan hukum;
    5. Hak kehadiran terdakwa di hadapan pengadilan;
    6. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat, dan sederhana;
    7. Peradilan yang terbuka untuk umum;
    8. Pelanggaran hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
      penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat
      perintah (tertulis);
    9. Hak seorang tersangka untuk diberitahu persangkaan dan pendakwaan terhadapnya;
      dan
    10. Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusannya.

    Lebih lanjut, M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, berpendapat bahwa berdasarkan kesepuluh asas dalam KUHAP tersebut, maka dapat dikatakan bahwa KUHAP menganut prinsip due process of law dimana proses hukum yang fair bagi tersangka yaitu hak seorang tersangka dan terdakwa untuk didengar pandangannya tentang bagaimana peristiwa kejahatan itu terjadi. Dalam pemeriksaan terhadapnya, dia berhak didampingi oleh penasihat hukum, mengajukan pembelaan. Sementara, penuntut umum harus membuktikan kesalahannya di muka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak berpihak (hal. 41).

    Menyambung pendapat di atas, menurut Yahya, esensi due process of law sudah dirumuskan di dalam Bab VI KUHAP, yaitu:[6]

    1. The right of self incrimination. Tidak seorang pun dapat dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya atau orang lain dalam suatu tindak pidana;
    2. Dilarang mencabut dan menghilangkan (deprive) hak hidup (life), kemerdekaan (liberty), atau harta benda (property) tanpa sesuai dengan ketentuan hukum acara (without due process of law);
    3. Setiap orang harus terjamin hak terhadap diri (person), kediaman, surat-surat atas pemeriksaan dan penyitaan yang tidak beralasan;
    4. Hak konfrontasi (the right to confront) dalam bentuk pemeriksaan silang (cross examine) dengan orang yang menuduh (melaporkan);
    5. Hak memperoleh pemeriksaan (peradilan) cepat (the right to a speedy trial);
    6. Hak mendapat perlindungan dan pemeriksaan yang sama dalam hukum (equal protection and equal treatment of the law);
    7. Hak mendapat bantuan penasehat hukum (the right to have assistance of counsil) dalam pembelaan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat 1 KUHAP. Hak ini juga berkaitan dengan asas presumption of innocence yaitu:
    1. Melarang penyidik melakukan praktik pemaksaan yang kejam untuk memperoleh pengakuan (brutality to coerce confession);
    2. Melarang penyidik melakukan intimidasi kejiwaan (psychological intimidation).

    Adapun, dalam UU Kekuasaan Kehakiman, pengaturan due process of law adalah sebagai berikut:

    1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-
      bedakan orang (equality before the law);[7]
    2. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, oleh pengadilan melainkan harus berdasarkan alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya;[8]
    3. Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur di dalam undang-undang;[9]
    4. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan keabsahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (presumption of innocence).[10]

    Demikian jawaban dari kami tentang arti due process of law, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Referensi:

    1. Abdul Latif. Jaminan UUD 1945 dalam Proses Hukum yang Adil. Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 1 Februari 2010;
    2. Atip Latipulhayat. Editorial: Due Process of Law. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, Tahun 2017;
    3. Heri Tahir. Proses Hukum yang Adil dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010;
    4. M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

    [1] Heri Tahir. Proses Hukum yang Adil Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010, hal. 27

    [2] Abdul Latif. Jaminan UUD 1945 dalam Proses Hukum yang Adil. Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 1 Februari 2010, hal. 59

    [3] Atip Latipulhayat. Editorial: Due Process of Law. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, Tahun 2017, hal. ii

    [4] Abdul Latif. Jaminan UUD 1945 dalam Proses Hukum yang Adil. Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 1 Februari 2010, hal. 59

    [5] Lihat Penjelasan Umum Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [6] Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, hal. 95 – 97

    [7] Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”)

    [8] Pasal 6 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman

    [9] Pasal 7 UU Kekuasaan Kehakiman

    [10] Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman

    Tags

    hukum acara pidana
    hak asasi manusia

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!