Belakangan ini viral kasus bayi prematur meninggal dunia usai pulang dari klinik di Tasikmalaya. Menurut berita, bayi prematur tidak dirawat secara intensif di inkubator oleh bidan, melainkan bayi prematur dijadikan konten media sosial klinik berupa foto newborn. Selain itu, menurut kesaksian keluarga, bidan sibuk main HP dan ketika ibu melahirkan, ibu tidak ditangani serius oleh bidan yang bertugas. Kemudian, pihak kepolisian melakukan penyelidikan dengan memintai keterangan dari keluarga pasien dan juga melakukan pemeriksaan terhadap pihak klinik terkait dugaan malpraktik bidan. Lantas, apa sanksi pidana bagi bidan malpraktik?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Berdasarkan kasus Anda, dugaan malpraktik bidan termasuk dalam pasal tindak pidana kealpaan yang menyebabkan kematian. Menurut KUHP, pelaku berpotensi dijerat Pasal 359 dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun. Kemudian menurut Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023,pelaku berpotensi dipenjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp500 juta.
Namun, karena kejahatan dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan 1/3 dan pelaku dapat dicabut haknya untuk menjalankan profesinya. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan bidan. Menurut Pasal 1 angka 1 Permenkes 28/2017, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu, praktik kebidanan merupakan kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.[1]
Kemudian, penting untuk Anda ketahui bahwa untuk dapat melakukan praktik keprofesiannya, seorang bidan harus memiliki Surat Tanda Registrasi Bidan (“STRB”)[2] yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada bidan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3] Selain memiliki STRB, bidan juga wajib memiliki Surat Izin Praktik Bidan (“SIPB”)[4] yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik kebidanan.[5]
Lebih lanjut, bidan dapat menjalankan praktik kebidanan secara mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan berupa:[6]
klinik;
puskesmas;
rumah sakit; dan/atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Lantas, bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap malpraktik yang dilakukan bidan? Berikut ulasannya.
Tindak Pidana yang Mengakibatkan Mati Karena Kealpaan
Pada intinya, malpraktik adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, akibat kesalahan atau kelalaian tersebut pasien menderita luka berat, cacat bahkan meninggal dunia.[7] Atas dugaan malpraktik, keluarga bayi meninggal di Tasikmalaya tersebut dapat melaporkan ke polisi dengan merujuk bunyi pasal dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[8] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:
Pasal 359 KUHP
Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.
Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[9]
Dari kedua pasal tersebut, adapun unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:[10]
barang siapa/setiap orang;
karena kesalahannya/kealpaannya; dan
menyebabkan/mengakibatkan orang lain mati.
Kemudian, R. Soesilo berpendapat bahwa kematian dalam konteks Pasal 359 KUHP tidak dimaksudkan sama sekali oleh pelaku. Sebab, kematian tersebut hanya merupakan akibat kurang hati-hati atau lalainya pelaku. Sementara itu, jika kematian ternyata dikehendaki pelaku, maka pasal yang dapat diberlakukan adalah Pasal 338 atau 340 KUHP dan Pasal 458 atau Pasal 459 UU 1/2023.[11]
Sebagai informasi, dalam hukum pidana, istilah kealpaan/kelalaian dikenal dengan istilah culpa. Lalu pada dasarnya, culpa memiliki 3 unsur, sebagai berikut:[12]
Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum;
Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh dan kurang berpikir panjang; serta
Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut.
Lebih lanjut, menurut D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan E. PH. Sutorius terdapat skema dari culpa, yaitu:[13]
Culpalata yang disadari (alpa) atau conscious
Artinya, kelalaian yang disadari, yakni seseorang sadar akan risiko, tetapi berharap akibat buruk tidak akan terjadi. Contoh:
sembrono (roekeloos);
lalai (onachttzaam);
tidak acuh.
Culpalata yang tidak disadari (lalai) unconscious
Artinya, kelalaian yang tidak disadari, yakni seseorang seyogianya harus sadar dengan risiko, tetapi tidak demikian. Contoh:
Berdasarkan informasi yang Anda berikan, kelalaian yang menyebabkan kematian bayi prematur dilakukan oleh seorang bidan yang diduga malpraktik. Dengan demikian, jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan 1/3 dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 361 KUHP.
Kemudian, serupa dengan KUHP, Pasal 475 ayat UU 1/2023 juga mengatur bahwa jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 474 UU 1/2023 dilakukan dalam menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi, pidananya dapat ditambah 1/3. Selain itu, pelaku dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim dan pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f UU 1/2023, yaitu pencabutan hak menjalankan profesi tertentu.
Dari jabatan atau profesi tertentu, diharapkan adanya rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas atau pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka. Dengan perkataan lain, kealpaan harus dihindarkan oleh orang yang menjalankan tugas atau pekerjaan secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika terjadi suatu kealpaan, ancaman pidananya dapat ditambah dengan 1/3.[14]
Kesimpulannya, berdasarkan kasus Anda, kami simpulkan terdapat dugaan malpraktik bidan yang menyebabkan bayi prematur meninggal dunia usai pulang dari klinik. Dengan demikian, jika tindakan pelaku memenuhi unsur-unsur pasal kealpaan yang menyebabkan kematian, pelaku berpotensi dijerat Pasal 359 jo. Pasal 361 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun serta pidana ditambah dengan 1/3 dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian sebagai bidan. Kemudian menurut Pasal 474 ayat (3) jo. 475 UU 1/2023, pelaku berpotensi dipenjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp500 juta, dan pidananya dapat ditambah 1/3. Selain itu, pelaku juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak menjalankan profesi bidan.
Abdul Aziz. A.H. Tinjauan Kriminologi Mengenai Malpraktik Medik yang dilakukan oleh Perawat. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol. 2, No. 2, 2014;
Fitri Wahyuni. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama, 2017;
Gita Febri Ana dan Rehnalemken Ginting. Analisis Penerapan Pasal 359 KUHP Mengenai Kealpaan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain (Studi Putusan Nomor: 267/PID.B/2011/PN/SKH). Jurnal Recidive, Vol. 4, No. 2, 2015;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 2019;
[7] Abdul Aziz. A.H. Tinjauan Kriminologi Mengenai Malpraktik Medik yang dilakukan oleh Perawat. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol. 2, No. 2, 2014, hal. 3
[10] Gita Febri Ana dan Rehnalemken Ginting. Analisis Penerapan Pasal 359 KUHP Mengenai Kealpaan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain (Studi Putusan Nomor: 267/PID.B/2011/PN/SKH). Jurnal Recidive, Vol. 4, No. 2, 2015, hal. 186
[11] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 2019, hal. 248
[12] Fitri Wahyuni. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama, 2017, hal. 74
[13] Fitri Wahyuni. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama, 2017, hal. 74