Apakah Pasal 346 KUHP mengatur tentang larangan aborsi? Jika benar, apa isi Pasal 346 KUHP?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Aturan mengenai aborsi diatur di dalam Pasal 346 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 463 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku pada tahun 2026.
Namun, selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, larangan aborsi juga diatur dalam UU Kesehatan sebagai aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis. Lantas, apa sanksi pidana bagi orang yang melakukan aborsi?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Bunyi Pasal 346 KUHP
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan aborsi. Disarikan dari Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam, aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan Abortus Provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain.[1] Aborsi juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana keluarnya hasil kehamilan yaitu bayi dari kandungan sang ibu sebelum waktu yang seharusnya dalam kondisi meninggal dunia.[2]
Aturan mengenai aborsi diatur di dalam Pasal 346 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 463 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026. Adapun ketentuan Pasal 346 KUHP adalah sebagai berikut:
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Beberapa unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dijerat Pasal 346 KUHP adalah:[4]
seorang wanita;
dengan sengaja;
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu.
Bunyi Pasal 463 UU 1/2023
Sedangkan dalam KUHP baru, Pasal 463 UU 1/2023 berbunyi sebagai berikut:
Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 463 UU 1/2023, ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. Jika yang diaborsi adalah kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam pasal ini tidak berlaku. Lalu, tidaklah relevan di sini untuk menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk melakukan aborsi, melainkan yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang ditimbulkan, yaitu matinya kandungan itu.
Dari bunyi Pasal 463 UU 1/2023, dapat kami simpulkan bahwa Pasal 463 UU 1/2023 dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis. Adapun yang dimaksud dengan "tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan", antara lain, pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.[5]
Ketentuan selengkapnya mengenai larangan aborsi dapat Anda baca pada Pasal 346 s.d Pasal 349 KUHP dan Pasal 463 s.d. Pasal 465 UU 1/2023.
Sebagai informasi, selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, larangan aborsi secara spesifik diatur dalam Pasal 60 UU Kesehatan sebagai berikut:
Setiap Orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan:
oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan
dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.
Berdasarkan bunyi Pasal 60 UU Kesehatan di atas, dapat disimpulkan bahwa korban perkosaan merupakan pengecualian dari larangan aborsi.
Lalu, menurut Pasal 427 UU Kesehatan, setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan, dipidana penjara maksimal 4 tahun.
Adapun menurut Pasal 428 UU Kesehatan, setiap orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan terhadap seorang perempuan:
dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 5 tahun; atau
tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 12 tahun.
Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan, UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023. Selain itu, berlaku juga asaslex posterior derogat legi prioridimana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama.
Oleh karena itu, ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang tindakan aborsi sudah semestinya dikesampingkan karena telah ada aturan khusus dan terbaru yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut.