Saya seorang pengusaha susu segar. Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian kami mendapatkan informasi bahwa pengusaha susu tidak boleh melakukan monopoli produksi susu dan peternakan sendiri. Pengusaha susu harus melakukan kegiatan kemitraan dengan peternak susu dan usaha kecil lainnya dalam melakukan usaha. Apakah pernyataan dari Kementerian Pertanian benar adanya? Bagaimana secara legal hukum mengatur hal itu?
Berdasarkan Permentan 26/2017, pelaku usaha diwajibkan untuk melakukan kemitraan melalui pemanfaatan SSDN atau promosi, dan dapat pula dalam bentuk penyediaan sarana produksi, produksi, dan/atau permodalan atau pembiayaan. Kemitraan tersebut wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi.
Apa sanksi jika pelaku usaha tidak melakukan kemitraan tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Berdasarkan Permentan 26/2017, pelaku usaha diwajibkan untuk melakukan kemitraan melalui pemanfaatan SSDN atau promosi, dan dapat pula dalam bentuk penyediaan sarana produksi, produksi, dan/atau permodalan atau pembiayaan. Kemitraan tersebut wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi.
Apa sanksi jika pelaku usaha tidak melakukan kemitraan tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Pada dasarnya, penyediaan susu melalui produksi dalam negeri dilakukan oleh Peternak, Koperasi, dan Pelaku Usaha.[2]
Pemerintah mengatur mengenai peredaran susu melalui Permentan 26/2017, dimana peredaran Susu Segar Dalam Negeri (“SSDN”) dilakukan:[3]
a. Peternak kepada Koperasi;
b. Peternak kepada Pelaku Usaha; dan
c. Koperasi kepada Pelaku Usaha.
SSDN adalah Susu yang dihasilkan oleh Peternak, Koperasi dan perusahaan peternakan yang ada di wilayah negara Indonesia.[4] Peredaran SSDN memperhatikan mutu dan komponen harga SSDN.[5]
Kewajiban Pengusaha Susu Segar untuk Melakukan Kemitraan
Dalam Permentan 26/2017 memang tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang pelaku usaha susu untuk melakukan monopoli, tetapi pelaku usaha diwajibkan untuk melakukan kemitraan melalui pemanfaatan SSDN atau promosi dan dapat pula berupa:[6]
a. penyediaan sarana produksi,
b. produksi, dan/atau
c. permodalan atau pembiayaan.
Pemanfaatan SSDN tersebut berdasarkan kesesuaian produksi SSDN dan kapasitas produksi riil Pelaku Usaha.[7] Kemitraan melalui pemanfaatan SSDN wajib dilakukan bagi Pelaku Usaha yang memproduksi susu olahan. Pelaku Usaha yang memproduksi susu olahan wajib memiliki unit pengolahan susu.[8]
Promosi yang dimaksud itu wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha yang tidak memproduksi susu olahan. Promosi berupa gerakan minum susu. Susu yang digunakan untuk gerakan minum susu berupa susu olahan yang berasal dari unit produksi yang bahan bakunya menggunakan SSDN.[9]
Kemitraan ini wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi.[10]
Pelaku usaha yang tidak melakukan kemitraan dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi ini dikenakan sanksi administratif berupa:[11]
a. peringatan secara tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan Penyediaan Susu dan Peredaraan Susu;
c. tidak diberikan rekomendasi pemasukan selama 1 (satu) tahun; dan/atau
d. diusulkan pencabutan izin usaha.
Jadi, bagi Anda pengusaha susu segar (bukan susu olahan), kemitraan wajib yang Anda lakukan adalah kemitraan promosi. Selain kemitraan promosi, kemitraan yang Anda lakukan dapat pula berupa:
1. Kemitraan penyediaan sarana produksi dilakukan melalui penyediaan peralatan dan bangunan.[12]
2. Kemitraan produksi dapat dilakukan melalui:[13]
a. penambahan populasi ternak perah pada Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi;
b. fasilitas Pembesaran Pedet (Rearing); dan/atau
c. peningkatan keterampilan dan kompetensi Peternak, Gabungan Kelompok Peternak dan/atau Koperasi.
3. Kemitraan permodalan atau pembiayaan dapat berupa:[14]
a. fasilitasi modal usaha dengan bunga terjangkau; dan/atau
b. penjaminan untuk mendapatkan kredit usaha
Perjanjian Kemitraan
Bentuk-bentuk kemitraan di atas harus dituangkan dalam perjanjian Kemitraan disertai proposal rencana Kemitraan.[15]
a. jenis ternak, jenis produk hewan, dan/atau jenis sarana produksi yang dikerjasamakan;
b. hak dan kewajiban;
c. penetapan standar mutu;
d. harga pasar;
e. jaminan pemasaran;
f. pembagian keuntungan dan risiko usaha;
g. permodalan dan/atau pembiayaan;
h. mekanisme pembayaran;
i. jangka waktu; dan
j. penyelesaian perselisihan
Perjanjian Kemitraan itu disampaikan oleh Pelaku Usaha kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Perjanjian Kemitraan tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam pemberian rekomendasi pemasukan.[17]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, memang benar pengusaha yang melakukan usaha memproduksi susu diwajibkan untuk melakukan kemitraan melalui pemanfaatan SSDN atau promosi, dan dapat pula dalam bentuk penyediaan sarana produksi, produksi, dan/atau permodalan atau pembiayaan. Kemitraan wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi.