KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Yurisdiksi Negara terhadap Kasus Hamas v. Israel

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Yurisdiksi Negara terhadap Kasus Hamas v. Israel

Yurisdiksi Negara terhadap Kasus Hamas v. Israel
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Yurisdiksi Negara terhadap Kasus Hamas v. Israel

PERTANYAAN

Akhir-akhir ini, sedang ramai isu Hamas serang Israel pakai rudal. Lalu, isunya Hamas ancam bunuh sandera jika Israel terus gempur Gaza dan jika Israel serang warga sipil. Berkaitan dengan kasus Hamas vs Israel, apakah Hamas adalah teroris? Bagaimana tanggung jawab negara terhadap kejahatan terorisme?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, hingga saat ini belum ada definisi terorisme yang dapat diterima secara universal. Namun, salah satu unsur penting dalam pengertian terorisme adalah unsur kebencian yang mendorong teroris melakukan tindakan yang sangat kejam di luar batas kemanusiaan. Selain itu, terorisme juga digolongkan ke dalam jenis kejahatan luar biasa yang membahayakan nilai-nilai hak asasi manusia yang absolut. Ditinjau dari segi karakteristik kejahatannya, terorisme dapat digolongkan ke dalam kejahatan transnasional maupun kejahatan internasional.

    Lantas, bagaimana yurisdiksi negara dalam kejahatan terorisme? Dan apakah Hamas termasuk teroris?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Teroris dan Terorisme

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan teroris. Kata “teroris” (pelaku) dan “terorisme” (aksi) berasal dari kata latin terrere yang berarti membuat gemetar atau menggetarkan atau menimbulkan kengerian.[1] Kemudian secara etimologis, terorisme memiliki beberapa pengertian, antara lain penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik), praktik tindakan teror,[2] dan tindakan pengacau dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bidang politik.[3]

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian, Sejarah, dan Asas Hukum Pidana Internasional

    Pengertian, Sejarah, dan Asas Hukum Pidana Internasional

    Unsur-Unsur Kejahatan Terorisme

    Pada dasarnya, hingga saat ini belum ada definisi terorisme yang dapat diterima secara universal.[4] Hal ini karena sulit merumuskan definisi yang dapat diterima secara universal, baik dalam peraturan universal, regional, maupun nasional.[5] Walau demikian, terdapat beberapa definisi terorisme dari para ahli. Menurut Kofi Annan dan Marry Robinson, kejahatan terorisme dapat diklasifikasikan sebagai crime against humanity atau kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan menggunakan tolok ukur yakni adanya serangan yang mematikan terhadap penduduk sipil atau non-combatant.[6]

    Kemudian, Majelis Ulama Indonesia mengemukakan terorisme sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia dan merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well-organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang tidak membedakan sasaran (indiscriminative).[7]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Unsur-unsur terorisme sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) adalah sebagai berikut:[8]

    1. membahayakan nilai-nilai hak asasi manusia (“HAM”) yang absolut;
    2. serangan terorisme bersifat “random, indiscriminate, and non-selective” yang kemungkinan menimpa orang-orang yang tidak bersalah;
    3. selalu mengandung unsur kekerasan;
    4. kemungkinan keterkaitannya dengan kejahatan terorganisasi;
    5. kemungkinan akan digunakan teknologi canggih seperti senjata kimia, biologi, bahkan nuklir.

    Lebih lanjut, Vincent-Joël Proulx berpendapat bahwa terdapat dua unsur terorisme yang esensial, yaitu:[9]

    1. menargetkan penduduk sipil (targeting of civilian); dan
    2. adanya ideologi atau tujuan politik (the existence of an ideological or political purpose).

    M. Cherif Bassiouni juga menekankan bahwa salah satu unsur yang penting dalam pengertian terorisme adalah unsur kebencian (hate element). Unsur ini mendorong teroris untuk melakukan tindakan yang sangat kejam di luar batas kemanusiaan.[10]

    Dari uraian di atas, maka kesimpulannya terorisme adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang terorganisir, melalui cara kekerasan yang sangat kejam di luar batas kemanusiaan, dengan tujuan agar keinginan mereka didengarkan dan dapat diimplementasikan oleh pemerintah.[11]

    Apakah Hamas termasuk Teroris?

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah Hamas itu teroris? Menurut hemat kami, fakta bahwa Hamas melakukan serangan mendadak ke Israel tidak dapat dikatakan secara serta merta bahwa hamas adalah teroris. Hamas adalah sebuah kelompok Islamis berpusat di Jalur Gaza.[12] Terbentuknya Hamas dilatarbelakangi dengan ketidakpuasan sebagian masyarakat Palestina terhadap perjuangan diplomasi organisasi-organisasi perlawanan Palestina yang telah ada, seperti Palestine Liberation Organization (“PLO”).[13]

    Atip Latipulhayat, guru besar bidang Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai definisi terorisme secara hukum internasional, sehingga menetapkan Hamas sebagai teroris adalah legally unacceptable. Karena pada dasarnya, Hamas adalah sekelompok freedom fighter yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya.

    Lantas, jika Hamas bukan sekelompok teroris, bagaimana yurisdiksi negara terhadap Hamas yang melakukan serangan ke Israel? Untuk menjawab hal tersebut, pertama-tama akan kami jelaskan terlebih dahulu mengenai yurisdiksi kejahatan transnasional dan internasional dalam hukum internasional.

    Yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional

    Pada dasarnya, M. Cherif Bassiouni merumuskan unsur-unsur kejahatan internasional dan kejahatan transnasional sebagai berikut:[14]

    1. Unsur internasional
    1. Ancaman secara langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia;
    2. Ancaman secara tidak langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia;
    3. Menggoyahkan perasaan kemanusiaan.

     

    1. Unsur transnasional
    1. Tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara;
    2. Tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara dari lebih satu negara;
    3. Sarana dan prasarana serta metode yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara;
    4. Unsur kebutuhan akan kerjasama antar negara untuk melakukan penanggulangan.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda yang kedua, tentang kejahatan terorisme, ditinjau dari segi karakteristik kejahatannya, maka kejahatan terorisme dapat digolongkan ke dalam kejahatan transnasional maupun kejahatan internasional. Apabila kejahatan terorisme berkarakter transnasional, maka penegakan hukumnya melalui yurisdiksi nasional.[15]

    Di lain sisi, kejahatan terorisme dapat dianggap sebagai kejahatan internasional jika kejahatan tersebut meliputi pelanggaran HAM berat dan dilakukan dengan jangkauan yang luas atau sistematis, serta menimbulkan korban dengan skala yang besar.[16] Walau demikian, penegakan hukumnya tetap merupakan yurisdiksi nasional. Akan tetapi, sesuai dengan asas komplementer dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Statuta Roma, apabila negara tidak berkeinginan atau tidak mampu (unwilling or unable) melaksanakan yurisdiksi nasionalnya, maka Pengadilan Pidana Internasional atau International Criminal Court (“ICC”) memiliki yurisdiksi mengadili kejahatan terorisme.

    Dalam Statuta Roma, kejahatan terorisme pada dasarnya tidak dimasukkan sebagai salah satu yurisdiksi ICC. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Statuta Roma, yurisdiksi ICC mencakup empat kejahatan internasional yang paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional, yaitu kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. ICC juga dapat mengadili kejahatan terorisme apabila kejahatan terorisme yang telah dilakukan termasuk dalam kategori kejahatan-kejahatan dalam yurisdiksi ICC.[17]

    Penjelasan selengkapnya mengenai ICC dapat Anda baca pada Mahkamah Pidana Internasional, Ini Pengertian dan Yurisdiksinya.

    Yurisdiksi Universal

    Yurisdiksi universal menurut Amnesti Internasional adalah yurisdiksi dimana pengadilan nasional di mana pun dapat menginvestigasi dan menuntut seseorang yang dituduh melakukan kejahatan internasional, tanpa memperhatikan nasionalitas pelaku, korban, maupun hubungan lain dengan negara di mana pengadilan itu berada.[18]

    Dalam hal ini, setiap negara dianggap memiliki kepentingan untuk menerapkan yurisdiksi universal atas kejahatan yang termasuk dalam jenis kejahatan internasional, seperti pembajakan, perdagangan budak, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, sabotase dan genosida.[19]

    Contohnya adalah kejahatan terorisme, yang berlaku yurisdiksi universal karena telah digolongkan sebagai kejahatan serius (serious crime),[20] dan karena kejahatan terorisme merupakan kejahatan internasional, sehingga dimungkinkan untuk setiap negara menerapkan yurisdiksinya tanpa memperhatikan apakah negara tersebut ada kaitannya dengan kejahatan, pelaku, atau korban.[21]

    Yurisdiksi Teritorial Subjektif

    Menyambung pertanyaan Anda mengenai tindakan Hamas terhadap Israel, karena tidak tergolong sebagai terorisme, menurut hemat kami, jika Hamas terbukti melakukan kejahatan, maka dapat berlaku yurisdiksi teritorial subjektif.

    Berdasarkan prinsip ini, negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang melakukan kejahatan yang dimulai di wilayahnya, tapi diakhiri atau menimbulkan kerugian di negara lain. Sebagai contoh, A berada di wilayah Indonesia menembak B yang berada di Malaysia. Berdasarkan yurisdiksi teritorial subjektif, Indonesia memiliki dasar untuk mengadili A karena A melakukan kejahatan yang dimulai dari wilayah Indonesia, meskipun kerugiannya timbul di wilayah Malaysia.[22] Begitu pula dengan kasus serangan Hamas ke Israel. Jika kelompok freedom fighter Hamas yang berada di Palestina menembakkan peluru ke Israel, maka Palestina memiliki yurisdiksi untuk mengadili kasus ini.

    Baca juga: Tanggung Jawab Negara dan Individu atas Kejahatan Internasional

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Rome Statute of the International Criminal Court.

    Referensi:

    1. Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: Refika Aditama, 2004;
    2. Armaidy Armawi dan Teguh Anggoro. Terorisme dan Intelijen. Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 15, No. 3, 2010;
    3. Aulia Rosa Nasution. Terorisme Sebagai kejahatan Terhadap Kemanusiaan. Jakarta: Kencana Media Group, 2012;
    4. I Komang Sanju Bayu Mustika. Yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional Terhadap Kejahatan Terorisme. e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, No. 3, 2021;
    5. The Definition of Terrorism: A Report by Lord Carlile of Berriew Q.C., Independent Reviewer of Terrorism Legislation. Norwich: The Licensing Division, HMSO, St Clements House, 2007;
    6. Tim Penanggulangan Terorisme melalui Pendekatan Ajaran Islam. Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme dilengkapi Fatwa MUI tentang terorisme. Jakarta: Departemen Agama RI, 2009;
    7. Muhammad Muzammil Basyuni (et.al). Ideologi Hamas Gerakan Perlawanan Islam. Jurnal CMES, Vol. 8, No. 1, 2015;
    8. Mukhammad Ilyasin (et.al). Teroris dan Agama: Konstruksi Teologi Teoantroposentris. Jakarta: Prenada Media, 2017;
    9. Mulawarman Hannase. Respon Muslim Indonesia terhadap Gerakan Islamisme di Timur Tengah: Kasus Hamas dan Konflik Palestina. Jurnal Rausyan Fikr, Vol. 12, No. 2, 2016;
    10. Pius A. Partanto (et.al). Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994;
    11. Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama, 2000;
    12. Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010;
    13. Vincent-Joël Proulx. Rethinking the Jurisdiction of the International Criminal Court in the Post-September 11th Era: Should Acts of Terrorism Qualify as Crimes Against Humanity?. American University International Law Review, Vol. 19, Issue 5, 2003;
    14. Waraney Timothy Osak (et.al). Yurisdiksi Universal dalam Mengadili Kejahatan Terorisme menurut Hukum Pidana Internasional. Jurnal Lex Crimen, Vol. 12, No. 3, 2023;
    15. Windusadu Anantaya (et.al). Tanggung Jawab Negara terhadap Kejahatan Terorisme yang Melewati Batas-Batas Nasional Negara-Negara. Jurnal Kertha Negara, Vol 3, No. 3, 2015;
    16. Yulia Fitriani. Jurisdiksi Negara dalam Kejahatan Terorisme. ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 1, 2013

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan guru besar bidang Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D. pada Rabu, 12 Oktober 2023, pukul 11.45 WIB.


    [1] Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: Refika Aditama, 2004, hal. 22.

    [2] Mukhammad Ilyasin (et.al). Teroris dan Agama: Konstruksi Teologi Teoantroposentris. Jakarta: Prenada Media, 2017, hal. 42.

    [3] Pius A. Partanto (et.al). Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994, hal. 748.

    [4] The Definition of Terrorism: A Report by Lord Carlile of Berriew Q.C., Independent Reviewer of Terrorism Legislation. Norwich: The Licensing Division, HMSO, St Clements House, 2007, hal. 3.

    [5] Yulia Fitriani. Jurisdiksi Negara dalam Kejahatan Terorisme. ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 1, 2013, hal. 209.

    [6] Aulia Rosa Nasution. Terorisme Sebagai kejahatan Terhadap Kemanusiaan. Jakarta: Kencana Media Group, 2012, hal. 56.

    [7] Tim Penanggulangan Terorisme melalui Pendekatan Ajaran Islam. Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme dilengkapi Fatwa MUI tentang terorisme. Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, hal. 18-19.

    [8] Windusadu Anantaya (et.al). Tanggung Jawab Negara terhadap Kejahatan Terorisme yang Melewati Batas-Batas Nasional Negara-Negara. Jurnal Kertha Negara, Vol 3, No. 3, 2015, hal. 3.

    [9] Vincent-Joël Proulx. Rethinking the Jurisdiction of the International Criminal Court in the Post-September 11th Era: Should Acts of Terrorism Qualify as Crimes Against Humanity?. American University International Law Review, Vol. 19, Issue 5, 2003, hal. 1034.

    [10] Waraney Timothy Osak (et.al). Yurisdiksi Universal dalam Mengadili Kejahatan Terorisme menurut Hukum Pidana Internasional. Jurnal Lex Crimen, Vol. 12, No. 3, 2023, hal. 3.

    [11] Armaidy Armawi dan Teguh Anggoro. Terorisme dan Intelijen. Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 15, No. 3, 2010, hal. 3.

    [12] Mulawarman Hannase. Respon Muslim Indonesia terhadap Gerakan Islamisme di Timur Tengah: Kasus Hamas dan Konflik Palestina. Jurnal Rausyan Fikr, Vol. 12, No. 2, 2016, hal. 162.

    [13] Muhammad Muzammil Basyuni (et.al). Ideologi Hamas Gerakan Perlawanan Islam. Jurnal CMES, Vol. 8, No. 1, 2015, hal. 103.

    [14] Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama, 2000, hal. 46-47.

    [15] I Komang Sanju Bayu Mustika. Yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional Terhadap Kejahatan Terorisme. e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, No. 3, 2021, hal. 909.

    [16] I Komang Sanju Bayu Mustika. Yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional Terhadap Kejahatan Terorisme. e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, No. 3, 2021, hal. 909.

    [17] Yulia Fitriani. Jurisdiksi Negara dalam Kejahatan Terorisme. ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 1, 2013, hal. 213.

    [18] Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 244.

    [19] Yulia Fitriani. Jurisdiksi Negara dalam Kejahatan Terorisme. ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 1, 2013, hal. 219.

    [20] Waraney Timothy Osak (et.al). Yurisdiksi Universal dalam Mengadili Kejahatan Terorisme menurut Hukum Pidana Internasional. Jurnal Lex Crimen, Vol. 12, No. 3, 2023, hal. 6.

    [21] Yulia Fitriani. Jurisdiksi Negara dalam Kejahatan Terorisme. ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 1, 2013, hal. 220.

    [22] Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 242.

    Tags

    hukum internasional
    mahkamah pidana internasional

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!