Doktrin Larangan Argumentum per Analogiam dalam Hukum Pidana

Doktrin Larangan Argumentum per Analogiam dalam Hukum Pidana

Pada umumnya, ahli hukum Indonesia menyetujui larangan penggunaan interpretasi analogi dalam hukum pidana. KUHP 2023 menegaskannya.
Doktrin Larangan Argumentum per Analogiam dalam Hukum Pidana
Ilustrasi: Shutterstock

Di pinggir danau terpampang papan pengumuman: Dilarang Memancing Ikan di Danau Ini! Andaikan ada orang yang memancing belut di pinggir danau, apakah larangan tersebut berlaku kepadanya, sehingga yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi? Kalau Anda seorang hakim, dihadapkan pada kasus semacam itu, jawaban yang paling sederhana adalah menafsirkan kata ‘ikan’ apakah mencakup juga belut. Kalau kemudian muncul lagi pertanyaan, apakah orang yang menjala ikan di danau yang sama dapat dianggap melanggar larangan memancing?

Menurut Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung (2001-2008), ketika hendak menerapkan hukum terhadap kasus-kasus riil semacam itu, ada dua metode utama yang lazim dipergunakan hakim, yaitu penafsiran hukum dan konstruksi hukum. Penafsiran atau interpretasi, Bagir menjelaskan, adalah usaha memberi makna suatu atau sejumlah kaidah hukum agar dapat diterapkan secara wajar dalam memecahkan suatu persoalan hukum (rechtsvragen), perbedaan antar norma, atau suatu sengketa hukum.

Salah satu contoh klasik yang sering dikutip adalah bagaimana hakim menafsirkan pengertian barang atau benda (goed) dalam Pasal 310 Wetboek van Strafrecht (Pasal 362 KUHP). Ringkasnya, seorang warga s-Gravenhage dituduh melakukan pencurian karena berhasil mengalirkan listrik ke rumahnya tanpa membayar ke pemerintah kota s-Gravenhage. Warga tersebut diadili, dan fokus perdebatan sejak pengadilan tingkat pertama adalah apakah perbuatan termasuk ke dalam pengertian ‘mengambil barang sesuatu milik orang lain secara melawan hukum’. Sebagaimana tercatat dalam banyak literatur, Hoge Raad (Arrest tanggal 23 Mei 1921) memutuskan goed termasuk juga energi listrik (electrische energie is een goed vatbaar voor wegnemeing).

Putusan tentang energi listrik sebagai barang/benda dalam kasus pencurian merupakan salah satu contoh penafsiran meluas atau interpretasi ekstensif. Ada yang menganggap penafsiran meluas semacam itu mirip dengan analogi. Analogi merupakan salah satu metode konstruksi yang dikenal dalam hukum, selain penghalusan hukum (rechtsvervijning) dan argumentum a contrario. Tulisan ini lebih fokus pada diskursus tentang analogi, secara khusus larangan analogi dalam hukum pidana.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional