5 Kebijakan MA Terkait Restorative Justice
Terbaru

5 Kebijakan MA Terkait Restorative Justice

Peraturan Mahkamah Agung soal restorative justice saat ini masih dalam proses perumusan oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) Penanganan Perkara Berdasarkan Restorative Justice.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Riau, Diah Sulastri Dewi dalam acara dialog interaktif bertema Penanganan Perkara Pidana Berbasis Keadilan Restoratif, Jumat (7/7/2023). Foto: ADY
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Riau, Diah Sulastri Dewi dalam acara dialog interaktif bertema Penanganan Perkara Pidana Berbasis Keadilan Restoratif, Jumat (7/7/2023). Foto: ADY

Restorative justice merupakan salah satu pendekatan yang kini populer digunakan untuk penyelesaian perkara pidana. Sistem pemidanaan pun mulai bergeser dari retributive justice alias penyelesaian perkara dengan cara penghukuman atau pembalasan menjadi restorative justice. Yakni penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain untuk bersama mencari penyelesaian adil dengan mengedepankan pemulihan seperti keadaan semula.

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Riau, Diah Sulastri Dewi mengatakan pendekatan ini mendapat respon yang positif dari masyarakat. Pemerintah telah menetapkan pendekatan restorative justice sebagai salah satu program prioritas nasional. Malahan menjadi salah satu cara untuk mengatasi persoalan over crowded ata kapasitas berlebih di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan (Rutan).

Mengutip pernyataan Ketua Mahkamah Agung, Muhammad Syarifuddin, Diah menyebut penerapan keadilan restoratif di pengadilan negeri berdasarkan SK Direktr Jenderal (Dirjen) Badan Peradilan Umum (Badilum) No.1691/DJU/DK/PS.00/12/2020 tanggal 22 Desember 2020. Mengingat substansinya menyangkut teknis beracara, pengaturannya akan ditingkatkan melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang saat ini masih dalam proses perumusan oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) Penanganan Perkara Berdasarkan Restorative Justice.

Kendati SK Dirjen Badilum 1691/DJU/DK/PS.00/12/2020 itu ditangguhkan karena masih berproses untuk ditingkatkan menjadi Perma, Diah menegaskan pelimpahan perkara dengan menggunakan pendekatan restorative justice tetap berjalan. “Jika ada isu seolah dengan ditangguhkannya SK Dirjen Badilum itu kita menghentikan penanganan perkara restorative justice maka itu salah,” katanya dalam acara dialog interaktif bertema ‘Penanganan Perkara Pidana Berbasis Keadilan Restoratif’, Jumat (7/7/2023).

Baca juga:

Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Padang itu menjelaskan, setidaknya ada 5 kebijakan MA terkait restorative justice. Pertama, Perma No.2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP. Kedua, nota kesepakatan bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Menteri Hukum dan HAM, dan Kepala Kepolisian RI No.131/KMA/SKB/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Ketiga, pembentukan Pokja Penanganan Perkara Berdasarkan restorative justice pada Desember 2021. Keempat, SK Dirjen Badilum No.1691/DJU/DK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif Tahun 2020 (ditangguhkan dan akan diganti dengan PERMA). Kelima, telah digelar bimbingan teknis terpadu penanganan perkara berbasis keadilan restoratif di lingkungan Badilum sejak tahun 2021 sampai sekarang.

Tags:

Berita Terkait