Ada Dissenting dalam Putusan Banding Fredrich
Utama

Ada Dissenting dalam Putusan Banding Fredrich

Putusan PT DKI Jakarta memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum Fredrich Yunadi selama 7 tahun penjara. Dalam dissenting-nya satu hakim tinggi minta Fredrich divonis 10 tahun penjara karena terdakwa sebagai advokat (officium nobile) seharusnya tidak melanggar hukum.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

“Berdasarkan Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 tersebut, maka secara a contrario imunitas advokat menjadi hilang ketika menjalankan tugas profesinya membela kliennya baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan, didakwa telah melakukan tindak pidana apakah nantinya Terdakwa terbukti atau tidak melakukan tindak pidana akan dipertimbangkan dalam sidang pokok perkara,” kata majelis hakim tingkat pertama dalam putusan sela yang diambil alih oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

 

Minta vonis 10 tahun

Selain Ester Siregar selaku ketua majelis, ada empat hakim lain yang menangani perkara permohonan banding ini yaitu I Nyoman Sutama, James Butar Butar, Anthon R. Saragih, dan Jeldi Ramadhan. Nama terakhir yang juga hakim ad hoc tipikor ini lah yang berbeda pendapat dengan hakim lain mengenai masa hukuman pidana bagi Fredrich Yunadi karena dianggap belum memenuhi rasa keadilan.

 

Menurut Hakim Jeldi, Fredrich seharusnya menyadari bahwa Advokat adalah profesi terhormat (officium nobile). Bahkan, sejak berlaku UU No.18 Tahun 2013 tentang Advokat. Dalam Pasal 5 UU Advokat menyebutkan Advokat berstatus sebagai penegak hukum. Advokat, kata Hakim Jeldi, dianggap salah satu perangkat dalam proses peradilan (criminal justice system) yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.

 

“Menimbang bahwa dalam menegakkan hukum dan keadilan bersama aparat penegak hukum lainnya dalam membela kliennya seorang advokat seharusnya tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing masing dan selalu koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan,” ujar Hakim Jeldi.

 

Ia melanjutkan kerja sama advokat dengan instansi penegak hukum lain dimaksudkan untuk memperlancar upaya penegakkan hukum sesuai asas cepat, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara. Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa yang telah menimbulkan kerusakan berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

 

Karena itu, perlu peningkatan sumber daya, baik kelembagaan maupun sumber daya manusia secara berkesinambungan dan terus menerus guna mengembangkan sikap dan perilaku masyarakat, bukan seperti yang dilakukan Terdakwa dengan menghalang-halangi penyidikan penanganan perkara tindak pidana korupsi atau yang dikenal dengan “obstruction of justice”.

 

“Menimbang, dalam menjalankan profesinya dalam membela kliennya terdakwa telah melakukan kebohongan mulai dari keberadaan kliennya sampai dengan “rekayasa kecelakaan” secara sistematis dan direncanakan,” dalih hakim Jeldi.

Tags:

Berita Terkait