Ada Regulasi ‘Sesat’ dalam Revisi PP Pertambangan?
Utama

Ada Regulasi ‘Sesat’ dalam Revisi PP Pertambangan?

Sejumlah pasal dalam rancangan revisi PP Pertambangan dianggap bertentangan dengan UU Minerba. Perubahan aturan ini demi lindungi kepentingan pelaku usaha?

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

UU 4/2009

Pasal 83:

Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan kelompok usaha pertambangan yang berlaku bagi pemegang IUPK meliputi:

a. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.

b. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.

c. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare.

d. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare.

e. jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan mineral logam dapat diberikan paling lama 8 (delapan) tahun.

 f. jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan batubara dapat diberikan paling lama 7 (tujuh) tahun.

g. jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam atau batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

 

Kritik terhadap isi revisi PP 23/2010 juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara. Dia menganggap perubahan tersebut ditujukan untuk kepentingan para kontraktor dalam mempertahankan dominasi pengelolaan tambang-tambang di Indonesia. Pasalnya, sejumlah tambang besar batubara oleh pengusaha PKP2B generasi pertama akan berakhir kontraknya dalam waktu dekat.

Hukumonline.com

Selain itu, Marwan juga menyayangkan anggapan pemerintah yang menilai BUMN sektor pertambangan tidak mampu mengelola wilayah tambang tersebut. Padahal, dia menilai BUMN tersebut memiliki kemampuan finansial dan sumber daya manusia dalam mengelola wilayah tambang.

 

“Tentu saja argumentasi itu tidak benar karena sebenarnya tujuan revisi PP Pertambangan ini untuk mengakomodasi perpanjangan pengelolaan operasi sejumlah tambang besar batubara oleh pengusaha PKP2B generasi pertama yang akan berakhir kontraknya,” jelas Marwan.

 

Memberi Kepastian Hukum Investasi

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, tidak menampik bahwa revisi PP 23/2010 ini memberi jaminan bagi para perusahaan tambang minerba generasi pertama yang akan habis kontraknya. Menurut Hendra, posisi tawar perusahaan tambang tersebut sangat besar mengingat jumlah produksinya mencapai 40 persen dari total nasional.

 

“Dari perspektif pelaku usaha ini penting karena memberi kepastian hukum investasi dari wilayah tambang yang 30 tahun lalu ditandatangani. Tentunya, pelaku usaha ingin 30 tahun lagi dijamin investasinya,” jelas Hendra.

 

(Baca Juga: Menakar Problem Konstitusionalitas Holding BUMN)

 

Terlebih lagi, perusahaan tambang batubara yang akan habis kontrak tersebut memasok sekitar 80 persen kebutuhan bahan bakar PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sehingga, dia menyatakan penting bagi perusahaan tambang tersebut diberi kepastian hukum investasi kedepan.

Tags:

Berita Terkait