Alasan MA Batalkan Aturan Gaji Pokok dan Pensiun Hakim
Utama

Alasan MA Batalkan Aturan Gaji Pokok dan Pensiun Hakim

Karena besaran gaji pokok dan pensiun hakim masih disamakan dengan PNS yang bertentangan dengan sejumlah UU. Karena itu, PP No. 94 Tahun 2012 harus segera direvisi oleh pemerintah sesuai amanat putusan MA ini.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dalam putusannya, Majelis MA berpendapat sesuai UU Kekuasaan Kehakiman dan UU ASN, hakim ialah pejabat negara yang berbeda dengan ASN baik PNS maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Sebab, hakim pelaku ajudikasi yang berbeda dengan PNS. Fungsi ajudikasi membutuhkan pengetahuan mendalam dengan keterampilan khusus. Bahkan, hakim harus terus meningkatkan pengetahuan guna mengantisipasi perkembangan hukum dalam membuat putusan.

 

Namun, justru Pasal 3 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) PP 94 Tahun 2012 telah menyamakan gaji pokok hakim dengan gaji pokok PNS. Hal ini berarti menyamakan beban kerja, tanggung jawab serta risiko pekerjaan hakim dengan pekerjaan PNS. “Padahal, hakim adalah pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diatur UU, sehingga berbeda beban kerja, tanggung jawab, dan resikonya dengan PNS,” demikian bunyi pertimbangan Putusan MA No. 23 P/HUM/2018 ini.

 

Ditegaskan Majelis, jabatan hakim berbeda dengan PNS. Terlebih, kedudukan hakim sebagai pejabat negara ditegaskan dalam beberapa UU. Karenanya, kata Majelis, sudah semestinya gaji dan tunjangan hakim ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

 

“Pasal 11, 11A, 11B, 11C, 11 D, dan 11E PP No. 94 Tahun 2012 juga bertentangan dengan UU Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama, UU PTUN, dan UU ASN, sehingga Mahkamah berpendapat hak pensiun hakim yang disamakan dan digantungkan dengan pensiun PNS, secara mutatis mutandis (otomatis) juga bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.”  

 

PP harus direvisi

Salah satu pemohon, Djuyamto bersyukur permohonan ini dikabulkan, meski pengujian aturan fasilitas dan transportasi hakim dan pelaksanaan tugas negara pada Zona 1 (DKI Jakarta) yang tidak memperoleh tunjangan kemahalan tidak dikabulkan. “Tapi, yang jelas para hakim gembira dengan adanya putusan ini. Terlebih, mengenai hak pensiun ini yang ditunggu-tunggu para hakim yang mendekati masa pensiun,” kata dia.

 

Menurutnya, adanya putusan ini gaji pokok dan pensiun hakim tidak dapat dipersamakan dengan gaji pokok dan pensiun PNS. Karena itu, PP No. 94 Tahun 2012 harus segera direvisi oleh Pemerintah. “PP No. 94 Tahun 2012 merupakan aturan pelaksana dari UU. Pemerintah harus segera merevisi PP itu agar tidak ada kekosongan hukum menyangkut gaji pokok dan pensiun hakim,” pintanya.

 

“Sementara saat ini, MA melalui biro perencanaan tengah melakukan FGD untuk membuat kajian atau revisi PP No. 94 Tahun 2012 agar bersesuaian dengan putusan ini,” kata Djuyamto.   

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait