Ancaman Satgas BLBI ke Obligor yang Tak Kooperatif
Terbaru

Ancaman Satgas BLBI ke Obligor yang Tak Kooperatif

Meski sepenuhnya Pemerintah akan mengupayakan penyelesaian sebagai hukum perdata atau proses-proses perdata, namun bukan tidak mungkin jika nanti di dalam perjalanannya bisa mengandung atau disertai dengan tindak-tindak pidana.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Konferensi Pers Penguasaan Aset Eks BLBI di Jakarta, Jumat (27/8).
Konferensi Pers Penguasaan Aset Eks BLBI di Jakarta, Jumat (27/8).

Ketua Pengarah Satgas BLBI sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengharapkan para obligor dan debitur dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan utang-utangnya kepada negara. Dia menegaskan bahwa hubungan antara para debitur dan obligor dana BLBI dengan negara adalah hubungan perdata.

Oleh karena itu, proses hukum yang saat ini tengah dilakukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI) kepada 48 obligor atau debitur BLBI adalah proses hukum perdata.

"Saya ingin menekankan bahwa proses yang kita lakukan ini adalah proses hukum perdata, karena hubungan antardebitur dan obligor dengan negara adalah hubungan hukum perdata sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkracht," kata Mahfud dalam Konferensi Pers Penguasaan Aset Eks BLBI di Jakarta, Jumat (27/8).

Kendati demikian, kata dia, hubungan keperdataan itu ditetapkan atau diputuskan oleh MA dalam kerangka penetapan atau hubungan yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan para obligor dan debitur. "Sekarang ini, sudah menjadi hak negara untuk menagih," ujarnya. (Baca: Menkeu Tegaskan Akses Obligor BLBI ke Lembaga Keuangan Diblokir)

Oleh karena itu, kata Mahfud lagi, meskipun sepenuhnya Pemerintah akan mengupayakan selesai sebagai hukum perdata atau proses-proses perdata, namun bukan tidak mungkin jika nanti di dalam perjalanannya bisa mengandung atau disertai dengan tindak-tindak pidana.

"Misalnya pemberian keterangan palsu, pengalihan aset terhadap yang sah sudah dimiliki oleh negara, penyerahan dokumen-dokumen yang juga palsu, dan sebagainya, nanti itu bisa saja menjadi hukum pidana," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pula.

Hal itu nantinya akan diteliti Satgas BLBI yang di dalamnya juga termasuk Kejaksaan Agung dan Polri. Pemerintah berharap persoalan tersebut bisa selesai sebagai hukum perdata sesuai dengan tenggat yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo yakni bulan Desember 2023.

"Pekerjaan kami baru dimulai, dan dengan ridha Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga ikhtiar baik kita dimudahkan untuk menyelesaikan dan memulihkan hak tagih negara atas piutang negara dana BLBI," kata Mahfud.

Sementara itu, Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, mengatakan Satgas memiliki tahapan kerja untuk menagih hutang dari para obligor dan debitur BLBI. Dalam perkembangannya, ia mengatakan, Satgas telah memanggil 48 orang yang harus mengembalikan dana-dana BLBI.

Menurut Arimuladi, terdapat sejumlah kendala yang dihadap, khususnya terkait aset yang berada di luar negeri yang memiliki sistem hukum yang berbeda dengan sistem hukum Indonesia. Strategi dalam menyelesaikan permasalahan BLBI yang diperlukan adalah dengan melakukan pengepungan dari segala penjuru baik melalui pendekatan hukum, perpajakan, kerja sama internasional, serta upaya lainnya seperti melalukan gugatan keperdataan, pembekuan aset baik di dalam maupun luar negeri termasuk perusahaannya.

"Sekaligus dengan memaksimalkan 'mutual legal assistance' dan perjanjian ekstradisi yang masih jarang dilakukan, melakukan pendalaman atas laporan aset para obligor dan kemungkinan adanya pelanggaran pajak di dalamnya serta penguasaan fisik aset eks BLBI," katanya.

49 Bidang Tanah Aset Dikuasai Negara

Di acara yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan 49 bidang tanah yang terletak di empat lokasi milik obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) resmi dikuasai negara. "Luas seluruh asetnya 5.291.200 meter persegi, lokasinya ada di Medan, Pekanbaru, Bogor, dan Tangerang," ujar Sri Mulyani.

Ia menyebutkan penguasaan oleh negara terhadap bidang tanah melalui pemasangan tiang di empat lokasi tersebut diharapkan akan mencegah pihak-pihak yang mencoba untuk menggunakan secara tidak sah aset tersebut.

Secara rinci, 49 bidang tanah tersebut terdiri atas 44 bidang tanah seluas 251.992 meter persegi di Perumahan Lippo Karawaci, Kelapa Dua, Tangerang, Banten, dan tanah seluas 3.295 meter persegi di Jalan Teuku Cik Ditiro Nomor 108, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

Kemudian, tanah seluas 15.785 meter persegi di Jalan Bukit Raya Km. 10, Gg. Kampar 3 (Kawasan Kilang Bata) RT/RW 04/09, Sail - Bukit Raya. Lalu, terdapat pula dua bidang tanah total seluas 5.004.420 meter persegi yang berada di Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, seluas 2.013.060 meter persegi dan Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor seluas 2.991.360 meter persegi.

Sri Mulyani menyebutkan saat ini Satgas BLBI sedang berfokus menguasai aset-aset obligor di dalam negeri, meski tak menutup kemungkinan ke depannya Satgas akan mengejar berbagai aset debitur maupun obligor yang berada di luar negeri, dengan yurisdiksi dan sistem hukum yang berbeda sehingga membutuhkan proses hukum yang akan lebih kompleks.

"Kami tidak akan mengenal lelah dan menyerah. Kami akan terus berusaha mendapatkan kembali hak negara untuk bisa dipulihkan," ucap dia.

Selain itu, ia pun mengimbau kepada para obligor dan debitur agar bisa memenuhi semua panggilan Tim Satgas BLBI untuk menyelesaikan kewajiban yang sudah 22 tahun belum diselesaikan. "Saya akan terus meminta kepada tim untuk menghubungi semua obligor, termasuk kepada keturunannya, agar kita mendapatkan kembali hak negara," tutup Sri Mulyani.

Untuk tahap berikutnya Satgas BLBI telah merencanakan tindakan penguasaan dan pengawasan aset eks BLBI atas 1.672 bidang tanah dengan luas total 15.288.175 meter persegi, yang tersebar di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait