Apakah Pembantaran Itu? Berikut Penjelasan Hukumnya
Utama

Apakah Pembantaran Itu? Berikut Penjelasan Hukumnya

Pembantaran hanya bisa diberikan bagi tahanan yang dirawat-inap di rumah sakit di luar rutan. Masa pembantaran tidak dihitung untuk pengurangan pidana yang dijatuhkan Pengadilan.

Kartini Laras Makmur
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, pembantaran tidak memerlukan penetapan tersendiri dari Ketua Pengadilan Negeri. Sehingga, keputusan pembantaran yang diambil oleh instansi yang menahan dapat langsung berlaku. Ketiga, masa pembantaran berakhir ketika terdakwa kembali ke rutan. Terakhir, setelah masa pembantaran selesai, maka tenggang waktu penahanan berjalan kembali dan dihitung sesuai ketentuan dalam KUHAP.

 

Aturan Hukum Mengenai Pembantaran

Status orang yang mendapat pembantaran tetap sebagai tahanan.

Masa pembantaran dihitung sejak tanggal tahanan secara nyata dirawat-inapkan di rumah sakit.

Harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Rumah Sakit tempat tahanan tersebut dirawat-inap.

Tidak memerlukan penetapan tersendiri dari Ketua Pengadilan Negeri.

Keputusan pembantaran diambil oleh instansi yang menahan.

Masa pembantaran berakhir ketika terdakwa kembali ke rutan.

Setelah masa pembantaran selesai, maka tenggang waktu penahanan berjalan kembali dan dihitung sesuai ketentuan dalam KUHAP.

Masa pembantaran tidak dihitung untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan.

 

Pasal 24 KUHAP mengatur penyidik hanya bisa melakukan penahanan paling lama 20 hari. Namun, jika diperlukan dapat diperpanjang 40 hari. Jika dinilai masih kurang, penegak hukum bisa memperpanjang lagi masa penahanan maksimal 60 hari. Jadi total penahanan terhadap seorang tersangka dalam tahap penyidikan adalah selama 120 hari. Setelah berlalu 120 hari, maka demi hukum penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka.

 

“Jadi, pembantaran itu status seseorang tetap masih tersangka, tetapi dalam waktu pembantaran ia tidak diperiksa oleh penyidik. Karenanya, masa penahanannya tidak dihitung. Meski begitu, karena statusnya masih tetap tersangka maka ia tetap menjadi tanggung jawab penyidik dan berada sepenuhnya dalam pengawasan penyidik,” jelas pakar pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, kepada hukumonline, Rabu (22/11).

 

Lebih lanjut Fickar mengatakan, dalam praktik selama ini pembantaran hanya bisa dilakukan terkait dengan alasan kesehatan yang membutuhkan perawatan menginap di rumah sakit. Menurutnya hal itu sangat masuk akal. Sebab, hanya alasan itulah yang bisa melepaskan kewajiban seorang tersangka untuk diperiksa oleh penyidik. “Itu sangat manusiawi. Karena, selain itu tidak ada tindakan yang bisa menjadi alasan untuk melepaskan kewajiban diperiksa penyidik. Sekalipun tugas negara, tidak bisa,” tandasnya.

 

Terkait dengan tanggung jawab penyidik, menurut Fickar, segala biaya yang harus timbul selama masa pembantaran kemudian menjadi tanggungan negara. Namun, Fickar mengatakan sah-sah saja jika tersangka mengajukan kelas perawatan yang lebih baik selama biayanya ditanggung oleh yang bersangkutan. “Misalnya, selama pembantaran kemarin KPK memutuskan Setya Novanto dirawat di kelas 2. Dia boleh saja minta dirawat di kelas 1. Tetapi, biayanya jadi tanggungan dia,” tutur Fickar.

 

SEMA No. 1 Tahun 1989 juga menegaskan secara eksplisit bahwa “dalam perhitungan pengurangan pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan, lamanya waktu terdakwa berada di dalam perawatan-inap di rumah sakit di luar rutan yang tenggang waktu penahanannya dibantar tidak boleh dimasukkan atau ikut dihitung”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait