Astriyani: Menghibahkan Diri untuk Reformasi Peradilan yang Lebih Baik
Srikandi Hukum 2018

Astriyani: Menghibahkan Diri untuk Reformasi Peradilan yang Lebih Baik

Uang tidak menjadi prioritas Astriyani dalam memilih pekerjaan, melainkan passion untuk menggeluti isu peradilan serta pekerjaan yang membuat ilmunya bermanfaat bagi banyak orang.

CR-25
Bacaan 2 Menit

 

“Itu yang membuat saya agak terhibur, mekanisme yang selama ini saya kerjakan ternyata berjalan! rasa kepuasan seperti inilah yang saya rasa tidak dapat tergantikan oleh gaji yang besar sekalipun,”kenang Aci.

 

Perempuan yang pernah menjabat sebagai konsultan Tim Pembaharuan dan Reformasi Birokrasi Kejaksaan Agung RI (2008-2010) ini turut berbangga bahwa sistem yang sudah ia buat kala itu masih berjalan dan bahkan mengalami kemajuan hingga saat ini. Salah satu pengembangan sistem pengawasan yang baru-baru ini diintrodusir MA adalah metode pengawasan ‘Mystery Shopper’, Aci-pun turut terlibat dalam riset mengenai metode baru ini.

 

Berbeda dengan metode pengawasan sebelumnya yang sangat konvensional, jelas Aci, metode mystery shopper dirancang agar aparatur peradilan yang nakal dapat diciduk melalui penyamaran yang dilakukan oleh tim bawas bekerjasama dengan pelapor. Namun pelacakan kecurangan melalui skema undercover ini hanya dapat dilakukan ketika laporan awal pengaduannya cukup berdasar. “Lebih tepatnya, metode mystery shopper ini seperti OTT ala Bawas MA,” jelas Aci.

 

Baca:

 

Tantangan Membangun Citra Sebagai Peneliti

Masa-masa awal berkarier sebagai peneliti junior bukanlah perkara yang mudah bagi Aci. Mulai dari keharusan mengejar tuntutan kantor hingga bekerja larut malam, penugasan penelitian ke pelosok daerah sampai persoalan gaji yang tidak sepadan dengan beban kerja. Konsekuensi dimarahi oleh senior-pun sangat terbuka lebar ketika tidak cermat dan teliti dalam menyusun rekomendasi kebijakan yang akan ditawarkan kepada stakeholder. Hal ini dipandang Aci wajar, mengingat kualitas rekomendasi kebijakan yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan integritas LeIP di mata stakeholders.

 

Bahkan saat telah berkeluarga, Aci kerap kali terpaksa harus pulang hingga larut malam untuk menyelesaikan tugas kantor. Beruntungnya, suami dan keluarga Aci sangat mendukung keinginan keras Aci untuk menebar manfaat terhadap perkembangan dunia peradilan di Indonesia. Pernah frustasi terhadap kebobrokan institusi peradilan pada tahun 2013, sempat membuat Aci merasakan ‘patah hati’ terhebat hingga hampir memutuskan untuk meninggalkan profesi peneliti.

 

Kejadian itu berawal saat Aci mendampingi keluarganya di Pengadilan. Ia menyaksikan secara langsung betapa pengadilan saat itu jauh dari prinsip fair trial, memberikan perlindungan hukum bagi warga negara, pengadilan yang efisien dan berbagai prinsip yang telah ia advokasikan selama menghibahkan dirinya di dunia penelitian. Sontak Aci merasa bahwa apa yang sudah ia perjuangkan selama ini tidak menghasilkan apa-apa.

Tags:

Berita Terkait