Aturan Peralihan Asabri ke BPJS Tak Rugikan Purnawirawan
Berita

Aturan Peralihan Asabri ke BPJS Tak Rugikan Purnawirawan

Peralihan Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan bentuk pilihan kebijakan pembentuk undang-undang dalam rangka mengembangkan sistem jaminan sosial nasional, bukan untuk mengurangi hak para pemohon.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Sidang lanjutan uji materi Pasal 57 huruf e Pasal 65 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029 yang dipersoalkan sejumlah purnawirawan kembali digelar. Sidang kali ini, giliran DPR dan pemerintah menyampaikan pandangannya atas pengujian UU tersebut.

Dalam keterangannya yang disampaikan Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan, DPR menilai peralihan program asuransi untuk pembayaran uang pensiun dari PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan tidak akan mengganggu hak uang pensiun para purnawirawan. Hal ini menanggapi dalil para pemohon yang menganggap ada potensi kerugian penurunan manfaat program asuransi sosial PT Asabri jika dilalihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.  

“Peralihan Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan bentuk pilihan kebijakan pembentuk undang-undang dalam rangka mengembangkan sistem jaminan sosial nasional, bukan untuk mengurangi hak para pemohon dalam menerima manfaat asuransi sosial,” ujar Arteria dalam persidangan di ruang sidang MK, Rabu (8/7/2020) seperti dikutip laman MK. (Baca Juga: Giliran Purnawirawan Persoalkan Aturan Peralihan PT Asabri ke BPJS)

Pasal 65 ayat (1) UU BPJS menyebutkan, “PT Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.” 

DPR menegaskan tidak terdapat kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional para pemohon yang bersifat spesifik. Hal ini jelas-jelas hanya merupakan asumsi para pemohon. Selain itu, para pemohon tidak dapat membuktikan bahwa manfaat yang diterima para pemohon akan hilang dengan dialihkan program asuransi sosial dari PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan.

Arteria juga menilai ketentuan pasal-pasal dalam UUD Tahun 1945 yang dijadikan batu uji dalam permohonan tidak memiliki keterkaitan dengan kerugian konstitusional yang didalilkan para pemohon sebagai peserta program asuransi PT Asabri. Sebab, Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS tidak mengurangi hak dan atau kewenangan konstitusional para pemohon untuk mendapat hak berupa pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum, kemudahan dan perlakuan khusus memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama.

“Ketentuan Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS justru telah memenuhi ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945 dengan memberikan kepastian hukum yang adil berupa program pengalihan PT Asabri dan program pensiun BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029,” tegasnya.

Tidak mengalami kerugian

Pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang menerangkan, para pemohon sebagai purnawirawan TNI saat ini sudah berstatus pensiun, sehingga hanya sebagai penerima manfaat jaminan pensiun dari PT Asabri. Karena itu, para pemohon bukan sebagai peserta penerima manfaat jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian dari PT Asabri.

“Kedudukan para pemohon yang tidak sebagai penerima manfaat jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, maka para pemohon tidak sedang mengalami kerugian atas penerima manfaat atas jaminan sosial itu dari PT Asabri,” kata Haiyani.

Menurutnya, para pemohon sebagai penerima manfaat pensiun yang bersifat pasti dengan sistem pendanaan yang dibiayai APBN. Hal ini sebagaimana diatur UU No. 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan Bersifat Pensiun dan Tunjangan kepada Militer Sukarela serta Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Dengan demikian pada 2029 para pemohon tidak mengalami kerugian atas pengalihan program dari PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan. Karena itu, menurut pemerintah, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum,” tegas Haiyani.

Dia menambahkan dalam pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam perubahan UUD Tahun 1945, tujuan negara dipertegas melalui sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Selain itu, dalam TAP MPR, Presiden mengamanatkan adanya jaminan sosial nasional yang menyeluruh dan terpadu.

Permohonan ini diajukan oleh Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin; Laksamana TNI (Purn) M. Dwi Purnomo; Marsma TNI (Purn) Adis Banjere; dan Kolonel TNI (Purn) Ir. Adieli Hulu. Mereka menganggap hak konstitusionalnya akan dirugikan karena ada potensi penurunan manfaat program jika dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka selama ini telah menikmati manfaat prima yang diberikan oleh PT Asabri.

Asabri bentuk wujud keadilan pemerintah atas perlindungan jaminan sosial yang memadai bagi TNI dan Polri sehubungan dengan risiko kematian (gugur atau tewas) dalam melaksanakan tugas. Ketentuan penyelenggaraan program asuransi sosial angkatan bersenjata ini dilakukan terpisah dari asuransi PNS yang diatur PP No. 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata.

“Ini karena risiko tinggi yang dihadapi peserta asuransi sosial angkatan bersenjata dan kepolisian. Jadi, mereka membutuhkan program asuransi sosial yang spesifik dan data yang rahasia,” kata kuasa hukum para pemohon, Bayu Prasetio dalam sidang pendahuluan, Senin (27/1/2020) lalu.

Menurutnya, data pribadi peserta baik prajurit TNI maupun Polri harus dijaga kerahasiaannya karena menyangkut profesi jabatan yang diemban. Sifat ketenagakerjaan prajurit TNI dan anggota Polri berbeda dengan sifat ketenagakerjaan yang diatur UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti, jam kerja, lembur, upah, cuti, kebebasan berserikat.

Baginya, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberi jaminan kebutuhan dasar hidup layak setiap peserta dan/atau anggota keluarganya berdasarkan asas-asas umum, seperti asas manfaat yang selama ini telah diperoleh dan dirasakan para anggota TNI dan Polri baik aktif ataupun pensiunan PT Asabri. Karena itu, ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sebelumnya, mantan Ketua MA Prof Mohammad Saleh bersama 14 pensiunan pejabat PNS dan PNS aktif mempersoalkan pengalihan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (PT Taspen) ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029 sebagaimana diatur Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029. Kelima belas pemohon itu adalah peserta program pembayaran pensiun dan tabungan hari tua di PT Taspen.   

Aturan itu dinilai menimbulkan potensi kerugian hak konstitusional para pemohon dan ketidakpastian untuk mendapatkan jaminan sosial yang dijamin Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945. Sebab, para pemohon selama ini telah menikmati pelayanan prima dan keuntungan yang diberikan PT Taspen.

Artinya, dalam beberapa tahun ke depan, PT Taspen tidak lagi menyelenggarakan program pembayaran pensiun dan tabungan hari tua selambat-lambatnya pada 2029. Hal ini dapat menyebabkan penurunan manfaat dan pelayanan jaminan sosial akibat peralihan PT Taspen kepada PT BPJS Ketenagakerjaan. Mereka meminta agar program pembayaran pensiun dan tabungan hari tua pensiunan pejabat negara, PNS atau PNS aktif tetap dikelola PT Taspen.

Tags:

Berita Terkait