Baru 53 Persen PNS Tipikor Dipecat, ICW: Prinsip Zero Tolerance Lemah!
Berita

Baru 53 Persen PNS Tipikor Dipecat, ICW: Prinsip Zero Tolerance Lemah!

Masih ada suasana batin dalam pemerintahan yang menganggap bahwa korupsi adalah masalah biasa.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Putusan MK Ini Perkuat Pemecatan Ribuan PNS Terpidana Korupsi)

 

Ridwan pun mengingatkan kepada PPK yang tidak melaksanakan penerbitan SK pemberhentian PTDH PNS Tipikor BHT sampai dengan tanggal 30 April 2019 akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

 

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai bahwa masih ada suasana bathin dalam pemerintahan yang menganggap bahwa korupsi adalah masalah biasa. Sehingga prinsip zero tolerance untuk perkara korupsi tidak sepenuhnya diberlakukan.

 

“Nah memang kita tidak bisa pukul rata karena ada beberapa memang direktorat/kementerian yag menerapkan prinsip itu dengan cukup tegas. Misalnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kalau ada pelanggaran indikasi korupsi, pegawainya langusng dipecat. Tapi itu ‘kan karena ada kebijakan untuk mereformasi sistem renumerasi mereka sehingga mekanisme punishment and reward bisa diterapkan secara lebih serius,” katanya kepada hukumonline, Senin (6/5).

 

Adnan menyoroti jika lambatnya pemecatan terhadap ASN yang terbukti melakukan korupsi dan sudah berkekuatan hukum tetap, lebih banyak terjadi di daerah. Pada tingkat daerah, lanjutnya, pemerintah setempat justru memberikan perlindungan terhadap ASN yang terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi dan sudah diputus secara inkrah.

 

Bentuk perlindungan yang dimaksudan Adnan adalah tidak segera melakukan pemecatan terhadap ASN yang bersangkutan. Bahkan di beberapa daerah terdapat mobilisasi untuk memberikan ‘donasi’ agar uang pengganti atau denda yang dijatuhkan kepada ASN yang berstatus sebagai terdakwa dapat dibayarkan secara gotong royong.

 

Situasi ini, menurut Adnan, menggambarkan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan kurang kondusif. Meskipun di sisi lain harus ada perbaikan sistem penegakan hukum secara bersamaan dengan peningkatan prinsip zero tolerance dalam kasus tipikor.

 

“Karena seringkali dalam kerja penegakan hukum yang dijerat pelaku lapangan yang orang-orang yang dikendalikan oleh keuasaan lebih tinggi untuk melakukan pelanggaran. Nah sementara mastermind itu tidak dikejar oleh penegak hukum sehingga yang harus menaggung akibat dari perilaku yang tidak menguntungkan mereka (ASN), tapi menguntungkan pihak atas, dan justru ada di mereka bebannya,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait