Beragam Persoalan Pertanggungjawaban Korporasi dalam RKUHP
Utama

Beragam Persoalan Pertanggungjawaban Korporasi dalam RKUHP

Kalau pendekatan memakai Pasal 53 RKUHP, maka korupsi korporasi pertanggungjawabannya akan sulit terhadap korporasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Siska melanjutkan, dalam Pasal 55 intinya mengatur penjatuhan pidana terhadap korporasi terhadap beberapa subjek. Seperti, korporasi dan/atau pengurusnya, pemberi perintah, atau pemegang kendali korporasi. “Menjadi sorotan, adanya tumpang tindih dan kerancuan terkait siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan yang mana?”

 

Menurutnya, Pasal 55 RKHUP ini seolah-olah membuat konsep pertanggungjawaban korporasi dan pengurus korporasi sebagai suatu hal yang interchangeable. Baginya, hal tersebut salah kaprah karena prinsip dan justifikasi pertanggungjawaban korporasi dengan pertanggungjawaban pengurus merupakan hal berbeda.

 

“Memintakan pertanggungjawaban pidana terhadap pengurus yang belum tentu mengetahui tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya, sama saja mempidanakan pengurus tanpa adanya kesalahan dan telah melanggar prinsip ‘tiada pidana tanpa kesalahan’,” bebernya.

 

Sementara materi muatan Pasal 56 RKUHP terdapat rumusan yang terlalu rumit dan sulit dipahami. Pasal ini menyebutkan, Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana atas suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama Korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi yang bersang­kutan atau jika perbuatan tersebut dilakukan di luar lingkup usaha atau kegiatan yang menguntungkan atau dilakukan demi kepentingan Korporasi.”

 

Bagi Siska, pengaturan Pasal 56 RKUHP tak hanya bertentangan dengan materi yang diaturnya, tetapi juga nyata-nyata tidak berkesesuaian dengan Pasal 53. Pasal 53 menyebutkan, Tindak Pidana oleh Korporasi adalah Tindak Pidana yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.”

 

“Pengaturan yang kontradiktif bakal berdampak pada kesalahan penerapan hukum dalam praktik dan akan berujung pada munculnya ketidakpastian hukum terhadap pengaturan yang multitafsir. Tapi, tak semua hal dalam Pasal 56 bertentangan dengan Pasal 53 RKUHP,” kata dia.

 

Kemudian Pasal 57 RKUHP terkait alasan penghapusan pidana korporasi. Menurutnya, yang menjadi persoalan konsep alasan-alasan penghapus pidana bagi subjek individu yang tidak dapat diberlakukan secara otomatis pada subjek korporasi. Semestinya, UU lebih mempertegas  alasan peniadaan pidana bagi korporasi. Misalnya, beberapa defence (pembelaan/alasan meringankan) bagi korporasi yang dituduh melakukan tindak pidana.

Tags:

Berita Terkait