Beragam Persoalan Pertanggungjawaban Korporasi dalam RKUHP
Utama

Beragam Persoalan Pertanggungjawaban Korporasi dalam RKUHP

Kalau pendekatan memakai Pasal 53 RKUHP, maka korupsi korporasi pertanggungjawabannya akan sulit terhadap korporasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Unsur delik korupsi dimasukkan

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Chandra Marta Hamzah mengatakan pertanggungjawaban pidana korporasi menyangkut kewenangan aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang masuk dalam draf RKUHP. Namun, rumusan pidana korporasi dalam RKUHP itu menimbulkan masalah karena tidak memasukkan unsur delik korupsinya.    

 

Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam perkara korupsi telah diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua pasal itu mengatur kerugian keuangan negara yang disebabkan antara lain tindakan dari suatu korporasi.

 

“Bila pengaturan pertanggungjawaban korporasi dimasukkan ke dalam RKUHP, maka idealnya mesti dimasukkan secara keseluruhan unsur delik korupsi yang ada dalam UU 31/1999,” kata Chandra M Hamzah dalam kesempatan yang sama.

 

Pasal 2

(1)“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2)Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Pasal 3

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

 

Chandra mengatakan bila isi pasal korupsi hanya dimasukkan sebagian akan menjadi sulit ketika menerapkan kedua pasal korupsi tersebut. Karena itu, rumusan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi (dalam perkara korupsi) rumusannya cukup dengan menggunakan frasa ”menguntungkan diri sendiri atau orang lain”.

 

Di tempat yang sama, Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang menilai korupsi masih dipandang sebagai kejahatan serius, maka perlu adanya pemberatan hukuman bagi pelaku korupsi termasuk korupsi yang dilakukan korporasi. Apalagi, saat ini pidana korporasi banyak ditangani para penegak hukum.

 

Menurutnya, pendekatan melalui instrumen hukum masih terbilang fleksibel sebagaimana tertuang dalam Pasal 53 RKUHP. Penegak hukum dapat mengejar pertanggungjawaban korporasi sepanjang terdapat orang yang melakukan korupsi. Hal tersebut ujungnya malah menyulitkan penegak hukum menjerat pertangggungjawaban pidana korporasi dalam perkara korupsi.

 

“Kalau pendekatan pakai Pasal 53, maka korupsi korporasi pertanggungjawabannya akan sulit terhadap korporasi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait