Berlakukah Hukum Asing untuk Sengketa Kontrak Internasional di Indonesia?
Kolom

Berlakukah Hukum Asing untuk Sengketa Kontrak Internasional di Indonesia?

Pilihan Hukum bukan merupakan topik yang populer dalam hukum Indonesia, meskipun praktik hukum kontrak, terutama yang bersifat lintas batas negara, tidak selalu bisa dilepaskan dari topik ini.

Bacaan 2 Menit

 

Ketentuan lain yang mengatur mengenai Pilihan Hukum dalam kontrak adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 18 ayat (2) undang-undang ini mengatur bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Bagian penjelasan ayat ini menerangkan bahwa pilihan hukum dalam transaksi elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip Hukum Perdata Internasional.

 

Selanjutnya, ayat ketiga dari pasal yang sama menentukan bahwa apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Sama halnya dengan UU Penerbangan, UU ITE ini juga menyelipkan ketentuan mengenai kewenangan para pihak untuk memilih forum yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang mengikatnya.

 

Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) menyatakan bahwa para pihak berhak menentukan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak. Penjelasan dari ayat ini menerangkan bahwa para pihak yang bersengketa diberi keleluasaan untuk menentukan hukum mana yang akan diterapkan dalam proses arbitrase. Apabila para pihak tidak menentukan lain, maka hukum yang diterapkan adalah hukum tempat arbitrase dilakukan. Namun, penting untuk dicatat bahwa Pilihan Hukum yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah hukum yang akan diberlakukan untuk proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, bukan melalui pengadilan.

 

Berdasarkan uraian di atas, maka valid untuk kita simpulkan bahwa Pilihan Hukum merupakan doktrin yang diterima dalam hukum Indonesia.

 

Praktiknya di Pengadilan Indonesia

Menarik untuk diamati Putusan Mahkamah Agung Nomor 1935K/Pdt/2012 yang diputus pada tanggal 14 Januari 2013 sehubungan dengan topik Pilihan Hukum di Indonesia. Sengketa terjadi antara PT Asuransi Harta Aman Persada (PT AHAP) melawan PT Pelayaran Manalagi (PT PM), keduanya adalah badan hukum Indonesia.

 

Pokok sengketa mengenai Perjanjian Asuransi Marine Hull and Machinery Policy, yang disepakati oleh PT PM sebagai tertanggung dan PT AHAP sebagai penanggung, dengan objek pertanggungan berupa kapal kargo bernama KM Bayu Prima. Periode pertanggungan adalah dari 31 Oktober 2005-31 Oktober 2006 dan PT PM telah membayar premi asuransi kepada PT AHAP sebesar US$16.778.

 

Singkat cerita, KM Bayu Prima mengalami kebakaran yang mengakibatkan kerugian bagi PT PM. Oleh karenanya, PT PM mengajukan klaim kepada PT AHAP sebagai penanggung asuransi. Namun, PT AHAP menolak pembayaran dengan alasan antara lain, terdapat informasi penting mengenai tahun pembuatan kapal yang telah tidak diinformasikan oleh PT PM kepada PT AHAP. Menanggapi hal ini, PT PM mengajukan gugatan wanprestasi terhadap PT AHAP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tags:

Berita Terkait