​​​​​​​Bukan Pengurus Perseroan Tak Berarti Lepas dari Hukum
Landmark Decisions MA 2017

​​​​​​​Bukan Pengurus Perseroan Tak Berarti Lepas dari Hukum

Sekalipun bukan pengurus perseroan, personil pengendali korporasi bisa diminta pertanggungjawaban hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Dalam putusan kasasi itu majelis menyatakan Labora Sitorus terbukti melakukan 4 tindak pidana. Pertama, secara bersama-sama dengan sengaja membeli hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah. Kedua, secara bersama-sama melakukan pengangkutan BBM tanpa izin usaha pengangkutan. Ketiga, dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana. Keempat, menempatkan dan mentransfer uang yang patut diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyamarkan asal-usul harta kekayaan.

 

Putusan tersebut terpilih untuk masuk dalam Landmark Decisions MA tahun 2017. Ketua tim penyusun Landmark Decisions MA tahun 2017, Basuki Rekso Wibowo, mengatakan putusan itu dipilih karena menarik dari segi hukum. Labora Sitorus secara formal tidak tercantum dalam pengurus perseroan, tapi fakta dan bukti di persidangan menjelaskan dia sebagai pengendali sejumlah korporasi.

 

Hukumonline.com

 

Bagi Basuki putusan itu dapat dikategorikan sebagai temuan hukum dan interpretasi futuristik MA. Jika mengacu UU Perseroan Terbatas kasus ini seolah perkara perdata atau entitas perdata, tapi dari fakta dan pembuktian menunjukan perusahaan digunakan sebagai kendaraan untuk melakukan aktivitas mengarah pidana. “Walau bersembunyi di balik layar, namanya tidak ada dalam pengurus perseroan, tapi kalau dia ikut mengarahkan dan mengendalikan serta menikmati hasilnya maka patut diadili,” kata Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya itu kepada Hukumonline, Kamis (8/3).

 

Selaras itu penting bagi pemerintah dan DPR untuk memperhatikan putusan tersebut guna penyempurnaan UU Perseoran Terbatas. Ada sejumlah hal yang perlu diantisipasi oleh aturan yang mengatur perseroan terbatas. Dalam perkara pidana yang melibatkan perseroan, harus digali siapa yang mengendalikan perusahaan, bukan sekedar direksinya saja yang bertanggungjawab.

 

Sekalipun pengendali korporasi sudah dihukum, bukan berarti direksi lepas dari tanggungjawab. Basuki menyebut secara hukum direksi bertanggungjawab terhadap kegiatan korporasi yang dipimpinnya. Ini perlu dilakukan agar orang tidak mudah dijadikan ‘boneka,’ secara formal dia memimpin perusahaan tapi dikendalikan orang lain. Ini salah satu modus yang kerap digunakan dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).

 

Oleh karena itu putusan ini penting juga bagi aparat penegak hukum terutama penyidik, dalam menggali perkara tidak hanya permukaan saja tapi juga materilnya. Jangan lagi terpaku membongkar struktur kepengurusan korporasinya, perlu juga menyeret pengendalinya.  “Putusan ini patut diapresiasi, bukan hanya penting untuk penyempurnaan UU Perseroan Terbatas tapi juga pidana korupsi dan korporasi. Mudah-mudahan perkara ini bisa menjadi yurisprudensi,” papar Basuki.

 

Kasus lainnya yang sejenis menurut Basuki bisa dilihat dari kasus videotron di Kementerian Koperasi, Usaha Menengah Kecil dan Mikro. Perkara itu melibatkan antara lain Riefan Avrian dan anak buahnya, Hendra Saputra. Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara 6 tahun dan denda Rp600 juta kepada Riefan. Upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan Riefan hasilnya ditolak Mahkamah Agung.

Tags:

Berita Terkait