Catatan ICJR Soal Pemidanaan di 9 RUU Prolegnas 2019
Berita

Catatan ICJR Soal Pemidanaan di 9 RUU Prolegnas 2019

Pemerintah telah meminta DPR agar bisa mengatur waktu sebaik mungkin saat pembahasan RUU di tahun politik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Ketiga, RUU Pemasyarakatan terkait persoalan klasik soal over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rutan tahanan (rutan). Dia mengingatkan perlu penguatan konsep pembinaan di luar lapas yang belum terakomodir UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan termasuk revitalisasi lembaga-lembaga pengampu pemasyarakatan.

 

Keempat, RUU Narkotika perlu diarahkan melalui pendekatan jaminan akses kesehatan masyarakat yakni terjadinya sinergi dengan kebutuhan rehabilitasi pengguna dan pencandu narkotika. “DPR dan pemerintah juga harus menjamin ketersediaan narkotika untuk kebutuhan teknologi, ilmu pengetahuan, dan kesehatan,” sarannya.

 

Kelima, RUU Penyadapan, kata Anggara, DPR dan pemerintah mesti memperhatikan putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010 tentang pengujian UU ITE terhadap UUD 1945 yang telah mengamanatkan standar minimal pengaturan penyadapan. Keenam, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol). “Kebijakan larangan minuman alkohol harus dikaji dengan hati-hati terutama dari sisi penerapan dan kebutuhannya, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian di masyarakat,” ujarnya.

 

Ketujuh, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Menurutnya, RUU PKS perlu mendapat prioritas dan pengawalan masyarakat dengan memperhatikan ketentuan pidana yang dapat menjangkau kriminalisasi pelaku kekerasan seksual. “DPR dan pemerintah pun mesti fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak korban.”

 

Kedelapan, RUU tentang Perlindungan Data Pribadi. Tantangannya antara lain bagaimana DPR dan pemerintah menjamin kepentingan perlindungan privasi warga negara. Ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian, seperti definisi informasi pribadi, pengecualian privasi dalam UU Keterbukaan Informasi, siapa yang dapat meminta akses informasi pribadi, mekanisme pengawasan, upaya banding.

 

Kesembilan, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat. Saat ini, jaminan perlindungan hak kebebasan berserikat dan berorganisasi diciderai dengan dilanggar prinsip due process of law sebagai pilar dari negara hukum. Khususnya terkait dengan tindakan pembubaran sejumlah organisasi tanpa melalui proses peradilan.

 

“Hal ini harus menjadi perhatian serius antara DPR dan pemerintah dalam merumuskan Perubahan UU Ormas tersebut agar dapat menjamin kebebasan berserikat dan berorganisasi yang diamanatkan oleh UUD Tahun 1945,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait