Dasar Pengajuan Praperadilan Newmont Dinilai Keliru
Berita

Dasar Pengajuan Praperadilan Newmont Dinilai Keliru

Permohonan yang diajukan dinilai tidak termasuk dalam lingkup praperadilan. Mencari celah untuk membebaskan tersangka pencemaran?

CR
Bacaan 2 Menit
Dasar Pengajuan Praperadilan Newmont Dinilai Keliru
Hukumonline

Lingkup praperadilan berdasarkan KUHAP

Pasal 77 huruf a KUHAP

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Padahal substansi yang dipersoalkan adalah kewenangan. Seolah-olah SKB itu mencabut kewenangan polisi sebagai penyidik yang diatur dalam KUHAP dan digantikan oleh tim terpadu dalam penegakan satu atap, sehingga terkesan ada benturan kewenangan, ujar Johnson.

Asas subsidiaritas

Lebih jauh Johnson menilai NMR tidak konsisten dalam permohonan praperadilannya. Hal ini terlihat, kendati NMR mempersoalkan masalah kewenangan penyidik, namun NMR mendalilkan pelanggaran asas subsidaritas dalam perkara ini.

Menurutnya hal ini hanyalah upaya untuk mencari celah dengan cara merasionalisasikannya secara hukum. Permohonan tersebut intinya adalah upaya untuk mencapai penghentian penyidikan (SP3, red). Hal ini terlihat dari permintaan di poin ke tiga, agar dinyatakan penyidikan tidak sah, tandasnya.

Justru Johnson khawatir, proses praperadilan ini hanyalah sarana untuk melancarkan lobi kepada aparat agar membebaskan para tersangka pencemaran.

Achmad Santosa menegaskan bahwa asas subsidiaritas-–proses pidana sebagai upaya akhir setelah upaya perdata dan administratif--yang dianut dalam UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah tidak layak lagi digunakan seiring dengan perkembangan hukum lingkungan. Maka dari itulah dalam revisi UU No. 23/1997 segala ketentuan yang berdasar asas subsidiaritas akan dihapuskan, tambahnya.

Lebih jauh dia mengatakan, maksud dari penerapan asas subsidiaritas harus dilihat secara historis yuridis sebagaimana dimuat dalam konsideran undang-undang tersebut.

Pakar hukum lingkungan, Mas Achmad Santosa mengatakan bahwa kuasa hukum PT Newmont Minahasa Raya (NMR), Luhut Pangaribuan, telah salah menafsirkan ketentuan dalam Surat Ketetapan bersama tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu No. Kep-04/MENLH/04/2004, No. Kep-208/A/J.A/04/2004 dan No. Pol.: KEP-19/IV/2004 (SKB Satu Atap), yang ditandatangani Menteri Lingkungan, Jaksa Agung, dan Kepolisian RI, tanggal 30 April 2004.

Dalam permohonan praperadilan yang diajukan oleh NMR ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 8 Desember lalu, Luhut  menyatakan polisi tidak berwenang menyidik kasus dugaan pencemaran di Teluk Buyat. Menurutnya yang berwenang melakukan penyidikan, penahanan, dan ketentuan wajib lapor adalah Penyidik Pejabat Negeri Sipil (PPNS) dari Tim Terpadu.

Sebagai salah satu anggota tim perumus SKB tersebut, Santosa menjelaskan bahwa SKB Satu Atap itu hanya untuk memperlancar koordinasi, dan sebagai langkah awal penegakan hukum satu atap (One Roof Enforcement System/ ORES). Lagipula ORES baru akan dibentuk satu tahun setelah penandatanganan SKB Satu Atap tersebut. ORES ini belum ada, jadi dasar pengajuan praperadilan ini keliru, papar Santosa.

Sedangkan Johnson Panjaitan, dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menilai pengajuan praperadilan sebagai upaya untuk menghindari pertanggungjawaban oleh pihak NMR. 

Johnson berpendapat, secara substansi ada dua hal yang bertolak belakang dalam permohonan praperadilan itu. Dia melihat NMR mempersoalkan masalah kewenangan penyidikan, dan berusaha mengemas sedemikian rupa dengan persoalan penangkapan dan penahanan. Menurutnya persoalan kewenangan ini tidak termasuk dalam lingkup praperadilan.

Tags: