DPD Gagas Revisi UU Pemerintahan Aceh
Terbaru

DPD Gagas Revisi UU Pemerintahan Aceh

Disarankan revisi terhadap UU Pemerintahan Aceh idealnya dibahas pasca Pemilu Serentak 2024 atau adanya pemerintahan baru.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Antropolog Universitas Negeri Malikussaleh (Unimal) Aceh, Teuku Kemal Fasya berpandangan sebagai historical necessity dan unsur political emergency, UU Pemerintahan Aceh memang harus segera diubah. Dia menyarankan revisi UU Pemerintahan Aceh harus ada upaya sinkronisasi dan adaptasi nomenklatur baru.

“Seperti efisiensi dan efektivitas pelembagaan, memaksimalkan lex specialis Aceh, otsus harus diperpanjang dengan memperjelas formatnya,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Tim Pemantauan Implementasi UU Pemerintahan Aceh, Afrizal Tjoetra menilai tantangan perubahan UU Pemerintahan Aceh terletak pada kepercayaan mulai dalam masa konflik dan pasca konflik. Bahkan, dalam proses pembangunan di Aceh, terdapat 2 UU yang memberikan konstribusi positif bila diselaraskan.

Yakni UU No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU No.37 Tahun 2000 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi UU. Namun dalam praktiknya, kedua UU tersebut tidak selaras dan berjalan masing-masing.

“Menurut kami, andaikan UU itu dilaksanakan secara selaras dan komprehensif akan memberikan dampak positif bagi Aceh,” katanya.

Sementara Tim Penyusun dan Pembahas UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,  Halilul Khairi berpendapat hakikat otonomi daerah sejatinya mengatur daerah berhak mengatur dirinya sesuai kharateristik daerahnya. Dia melanjutkan melalui Surat Nomor 188/22251 Tanggal 24 Desember 2021, perihal perubahan UU 11/2006, Gubernur Aceh hanya meminta perubahan atas dana otsus menjadi 2 persen tanpa batas waktu.

“UU No.2 Tahun 2021 yang disahkan, Papua telah mendapat tambahan dana otsus dari 2 persen menjadi 2,5 persen, maka sulit bagi pemerintah pusat untuk menolak usulan Pemerintah Aceh, sehingga kerangka waktu akan menjadi bahan pembahasan,” katanya.

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Djohermansyah Djohan berpendapat pemerintah pusat dan Pemda Aceh merevisi UU Pemerintahan Aceh merujuk pada putusan MK, kemajuan teknologi dan informasi, hingga dinamika masyarakat serta prinsip kehati-hatian.

Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemendagri itu menyarankan revisi terhadap UU Pemerintahan Aceh idealnya dibahas pasca Pemilu Serentak 2024 atau adanya pemerintahan baru. Tetapi, tetap terlebih dahulu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh selama 16 tahun ini. Tak kalah penting, pemerintah pusat harus lebih serius, konsisten, memfasilitasi, memediasi dan mengawasi jalannya UU Pemerintahan Aceh ini.

Tags:

Berita Terkait