FKHK Bakal Cabut Gugatan Uji Pilkada Langsung
Berita

FKHK Bakal Cabut Gugatan Uji Pilkada Langsung

Akan terjadi kekosongan hukum apabila DPR nantinya menolak Perppu Pilkada.

ASH
Bacaan 2 Menit
FKHK Bakal Cabut Gugatan Uji Pilkada Langsung
Hukumonline
Sidang lanjutan uji materi Pasal 56 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah dan Pasal 1 angka4 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dan kawan-kawan batal menghadirkan ahli. Sebab, ketentuan yang selama ini menjadi dasar pelaksanaan pemilukada langsung itu kehilangan objeknya lantaran terbitnya UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada.

“Norma yang kami uji telah kehilangan objeknya karena sudah dicabut oleh undang-undang yang baru, sehingga kami anggap tidak perlu mendatangkan ahli,” kata salah satu pemohon, Kurniawan dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemda dan UU Penyelenggaraan Pemilu di ruang sidang MK, Rabu (15/10).

Kurniawan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis panel terkait kelanjutan permohonan ini. Namun, jika majelis berpendapat lain dan permohonan ini masih bisa dilanjutkan, pihaknya meminta waktu untuk menghadirkan ahli. “Jika berkenan kita diberi kesempatan pada persidangan berikutnya untuk mendatangkan ahli,” katanya.

Menanggapi persoalan ini, Ketua Majelis Panel Arief Hidayat memberikan dua alternatif, yakni mencabut sendiri permohonannya atau menyerahkan kepada majelis untuk mencabutnya.

“Yang pertama mencabut permohonan ini secara resmi yang dikemukakan di persidangan dan diikuti dengan pencabutan secara tertulis. Kedua, menyerahkan kepada Majelis untuk mengambil langkah-langkah berikutnya karena dengan hilangnya objek permohonan,” kata Arief.

Karena itu, Kurniawan minta waktu untuk memusyawarahkan dengan pemohon lainnya. “Kami sepakati dulu dengan kawan-kawan, nanti apa yang akan diambil langkah selanjutnya,” kata Kurniawan.

Majelis hakim MK memberikan waktu tiga hari kepada pemohon untuk menentukan langkah selanjutnya. “Maksimal tiga hari, kalau sampai tiga hari tidak ada keterangan lebih lanjut dari pemohon apakah dicabut atau bagaimana, nanti Majelis yang akan menentukan selanjutnya,” ujar Arief mengingatkan.

Dalam keterangan tertulisnya, Kurniawan menegaskan permohonan ini kehilangan objeknya karena norma yang dimohonkan pengujian telah dicabut melalui UU Pilkada kemudian UU Pilkada dicabut dan dinyatakan tidak berlaku setelah terbitnya Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pilkada. “Ini membahayakan, dan akan terjadi kekosongan hukum apabila DPR nantinya menolak Perppu tersebut,” kata Kurniawan.

Sebelumnya, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bersama sejumlah mahasiswa yakni Kurniawan, Denny Rudini, Amanda Anggraeni Saputri, Hamid Aklis mempersoalkan Pasal 56 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah dan Pasal 1 angka4 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Sebab, pilkada langsung tak sejalan dengan pemaknaan kedua pasal itu yang menyebutkan pilkada secara demokratis berdasarkan asas luber dan jurdil.

Pemohon menilai kedua pasal itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 karena mekanisme pilkada dipilih secara demokratis (musyawarah/perwakilan), bukan dipilih secara langsung seperti pemilihan presiden/wakil presiden dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. Pemohon meminta MK memberi tafsir konstitusional terhadap kedua pasal itu dengan menyerahkan kepada masing-masing daerah, seperti pilkada Yogyakarta (penetapan) dan Papua(sistem noken).
Tags:

Berita Terkait