Golkar Serahkan Proses Pergantian Setnov Sesuai Aturan
Berita

Golkar Serahkan Proses Pergantian Setnov Sesuai Aturan

PDIP menilai aturan ideal untuk pergantian pimpinan DPR dengan menggunakan UU MD3.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Fadel Muhammad (kiri). Foto: SGP
Fadel Muhammad (kiri). Foto: SGP
Selain pelanggaran etika, mundurnya Setya Novanto dari kursi Ketua DPR tak lepas dari desakan publik. Dalam waktu dekat, DPR pun mesti memastikan adanya pengganti Setya Novanto sebagai Ketua DPR.

“Kita bicara mengenai calon pengganti harus kembali ke aturan,” ujar politisi Partai Golkar, Fadel Muhammad di Gedung DPR, Kamis (17/12).

Mekanisme pemilihan pimpinan DPR digunakan dengan paket. Sedangkan Ketua DPR dijabat dari Partai Golkar. Oleh sebab itu, pengganti Setya Novanto pun berasal dari Partai Golkar. Menurut Fadel, partainya akan menggelar rapat. Ia mengatakan partainya akan menentukan kebijakan pimpinan dengan menggelar rapat pimpinan kelima. Setidaknya, terdapat empat syarat.

Pertama, kata Fadel, mesti terdapat dalam struktur organisasi kepengurusan. Kedua, suara terbanyak dari daerah pemilihan. Ketiga, berpengalaman. Keempat, menjadi hak prerogratif Ketua Umum (Ketum) Golkar. Yang pasti, Ketum Golkar dalam waktu dekat akan menentukan rapat pleno.

“Pada waktu pemilihan lalu, kita sudah petakan tertinggi. Yakni Fadel, Ade Komarudin, dan Setya Novanto. Sudah lengkap dipetakan. Hak ketua umum, kemarin ketua umum  minta Setya Novanto, saya tidak apa. Saya senang kemarin dipilih jadi ketua Komisi XI,” ujarnya.

Anggota Komisi III Taufikulhadi mengatakan, sudah saatnya DPR melakukan pemilihan pengganti Setya Novanto. Menurutnya, sepanjang DPR berdiri tak pernah ada ketua lembaga legislatif mengundurkan diri. Apalagi, terbukti melakukan pelanggaran etik anggota dewan.

“Kami yakin dia sudah malu dan tidak akan kembali lagi. Sekarang, kita akan pilih pimpinan lain. Sebagai insan politik dia lama, tapi sebagai pimpinan paling singkat,” ujarnya.

Terkait dengan pengganti Setya Novanto, Taufikulhadi menyerahkan sepenuhnya kepada Partai Golkar. Ia menilai di awal pemilihan memang menggunakan sistem paket. Meski ada wacana dilakukan kocok ulang atau mengubah UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, namun mesti membutuhkan waktu lama.

Padahal, sesuai Pasal 39 Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, pimpinan DPR menyampaikan surat pengunduran diri dan permintaan pengganti pimpinan DPR yang mengundurkan diri kepada partai politik Novanto berasal. Sebelum permintaan ini dilakukan, pimpinan DPR wajib membicarakannya dalam rapat pimpinan.

Setelah memperoleh permintaan pengganti pimpinan DPR yang mengundurkan diri, partai politik dalam hal ini Golkar memiliki waktu lima hari sejak diterimanya surat. Lalu, Partai Golkar menyampaikan keputusannya kepada pimpinan DPR. Bila dalam jangka waktu lima hari belum ada putusan pengganti Novanto, pimpinan DPR menyampaikan pengunduran diri tersebut disampaikan pimpinan DPR kepada Presiden paling lama tujuh hari. “Kami serahkan kepada Partai Golkar,” ujar politisi Nasdem itu.

Anggota Komisi I TB Hasanuddin berpandangan, mundurnya Setya Novanto dari kursi DPR menjadi momentum untuk memperbaiki DPR dari keterpurukan. Ia menilai DPR dalam satu tahun masa kerja, hanya mampu menyelesaikan dua Undang-Undang (UU). Padahal, target  Prolegnas 2015 berjumlah puluhan.

“Mari kita kembalikan saja pada akal sehat, MD3 yang tahun 2014 itu dibikin setelah Pilpres kalah. Kemudian dilahirkan MD3 melahirkan format kepemimpinan sekarang ini,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai, aturan ideal untuk pimpinan DPR dengan menggunakan UU No.17 Tahun 2014. Pasalnya, pemilihan pimpinan DPR dilakukan dengan mekanisme musyawarah mufakat. Sedangkan sistem yang digunakan saat ini membuat ada pihak yang terzalimi.

“Karena pokok masalah intinya disini (UU MD3). Kepemimpinan di DPR tidak sesuai dengan nurani, tidak sesuai dengan aturan yang sebaik-baiknya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait