Setya Novanto Mundur dari Kursi Ketua DPR
Utama

Setya Novanto Mundur dari Kursi Ketua DPR

Mayoritas anggota MKD memberikan penilaian teradu telah melanggar kode etik anggota dewan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan DPR No.1 Tahun 2015.

ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Ketua MKD Surahman Hidayat (kiri) bersama Wakil Ketua MKD Junimart Girsang (kedua kiri), Sufmi Dasco Ahmad (kedua kanan) dan Kahar Muzakar (kanan) menunjukkan surat pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR. Foto: RES
Ketua MKD Surahman Hidayat (kiri) bersama Wakil Ketua MKD Junimart Girsang (kedua kiri), Sufmi Dasco Ahmad (kedua kanan) dan Kahar Muzakar (kanan) menunjukkan surat pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR. Foto: RES
‘Kau yang mulai kau yang mengakhiri’. Sepenggal lirik lagu itu sepertinya pas untuk menggambarkan nasib Setya Novanto, setelah sebagian anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memberikan sanksi sedang, yakni pemberhentian dari  jabatan Ketua DPR yang diemban dirinya.

Belum rampung MKD memberikan keputusan bulat, belakangan Setya Novanto melayangkan surat pengunduran diri. Wakil Ketua MKD Sufi Dasco Ahmad membacakan surat penguduran diri Setya Novanto. Dalam surat itu, Setya Novanto menyatakan mundur dalam rangka menjaga harkat dan martabat lembaga DPR. Selain itu, untuk menjaga ketenangan di tengah masyarakat.

“Maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua DPR periode 2015-2019,” ujar Dasco membacakan surat Setnov.

[Untuk melihat surat pengunduran diri Setya Novanto, silakan klik di sini]

Dari 17 anggota MKD, setidaknya 9 orang sudah memberikan penilaian pemberian sanksi sedang terhadap Setya Novanto. Sedangkan 6 orang lainnya memberikan sanksi berat dengan tindak lanjut pembentukan panel. Sementara, 2 orang lainnya belum memberikan pandangan dan pendapatnya karena diskors.

Sembilan anggota MKD yang merekomendasikan diberikan sanksi sedang antara lain Darizal Basir dan Guntur Sasono dari fraksi Demokrat. Kemudian,Risa Mariska dan Junimart Girsang dari fraksi PDIP, Victor Laiskodat dari fraksi Nasdem, Maman Imanulhaq dari fraksi PKB, Sukiman dan Ahmad Bakri dari fraksi PAN, dan Sarifuddin Sudding dari fraksi Hanura.

Sedangkan yang merekomendasikan sanksi berat adalah Achmad Dimyati Natakusuma dari fraksi  Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Prakosa dari fraksi PDIP, Supratman dan Dasco dari fraksi Gerindra, Anies Kadier dan Ridwan Mbae dari fraksi Golkar. Sedangkan Surahman dan Kahar Muzakir belum memberikan pandangan dan pendapat.

Berdasarkan pandangan dari seluruh anggota MKD, mereka menilai Setya Novanto telah melanggar kode etik anggota dewan sebagaimana tertuang dalam Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR. Sedangkan bagi mereka yang berpandangan Setya Novanto melanggar pelanggaran berat,lantaran dinilai melanggar Pasal 2 ayat (4), Pasal 3 ayat (1), (2, (4), dan (5).

Tak hanya itu, Setya Novanto dinilai melanggar Pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan, “Anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme”.

Meski Setya Novanto membantah keras isi percakapan tersebut adalah suaranya, namun di persidangan etik MKD, ia mengakui adanya pertemuan dengan Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin dan pengusaha M Riza Chalid. Pertemuan itumembahas perpanjangan kontrak Freeport dengan mencatut nama presiden dan Wapres. Hal itu dinilaitindakan melanggar etika.

“Berdasarkan keterangan pengadu, teradu, saksi, dan alat bukti, kami berpendpat saudara Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan mengadakan pertemuan dengan Presdir Freeport dan pengusaha Riza Chalid yang membicarakan perpanjangan kontrak Freeport yang bukan kewenangannya,” ujar anggota MKD Sukiman.

Selain itu, Setya Novanto dinilai melanggar Pasal 6 ayat (4). Intinya, anggota dewan dilarang menggunakan jabatannya dalam rangka mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, maupun golongan.

“Bahwa dengan alasan-alasan tersebut, saya Achmad Dimyatii Natakusuma, dengan ini menyatakan saudara teradu saudara Setya NOvanto dindikasikan melakukan pelanggaran kode etik, dan sanksinya diberhentikan dari anggota DPR,” ujar Dimyati dalam  penilaiannya.

Sebelumnya, Setya Novanto sempat diberikan sanksi ringan akibat pertemuan dengan calon presiden  Amerika Serikat Donald Trump. Pertemuan tersebut mendapat sorotan di Tanah Air. Seorang Ketua DPR mestinya tidak melakukan pertemuan dan hadir dalam kampanye calon presiden di negara Paman Sam itu.

Pasalnya, boleh jadi Indonesia seolah memberikan dukungan keberpihakan terhadap capres tertentu di negeri adi kuasa itu. Makanya, sekalipun terdapat pelanggaran ringan, sanksi hukuman yang diberikan MKD memang sanksi hukuman kumulatif, setidaknya sanksi hukuman sedang.

“Keputusan pengaduan ini dinyatakan ditutup dengan pengunduran diri saudara Setya Novanto. Terhitung sejak Kamis tertanggal 16 Desember 2015, saudara Setya Novanto dinyatakan mundur sebagai ketua DPR periode 2015-2019,” pungkas Ketua MKD, Surahman Hidayat.
Tags:

Berita Terkait