Golput Hak Konstitusional? Begini Ulasan Hukumnya
Utama

Golput Hak Konstitusional? Begini Ulasan Hukumnya

Mengacu berbagai aturan, hak untuk memilih bisa dimaknai masyarakat bisa/boleh memilih salah satu pasangan calon atau tidak memilih semua pasangan calon. Karenanya, negara atau pemerintah juga wajib melindungi hak masyarakat yang bersikap golput.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, golput karena melihat kedua pasangan calon diyakini tidak akan mampu membawa perubahan bagi negara ini. Ketiga, golput karena tidak percaya dengan sistem politik saat ini karena menutup ruang lebih banyak capres-cawapres yang bisa ikut dalam kontestasi Pilpres termasuk capres-cawapres independen. Ini disebabkan aturan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu, sehingga partai kecil tidak bisa mengusung capres-cawapres tanpa berkoalisi dengan partai besar. Keempat, Alghiffari melihat ada kelompok yang lebih percaya demokrasi langsung daripada perwakilan.

 

Dia menyadari ada anggapan munculnya kelompok yang tidak mendukung salah satu pasangan capres-cawapres 2019 sebagai sesuatu yang buruk atau tidak patut. Padahal dalam kehidupan demokrasi, sikap tidak memilih juga hak, seperti halnya hak memilih dan dipilih. Kehadiran kelompok yang tak memihak kedua pasangan itu seharusnya dibaca sebagai ekspresi protes atau penghukuman terhadap mekanisme penentuan capres-cawapres oleh partai politik yang masih didominasi pertimbangan politik praktis dan mengesampingkan integritas, rekam jejak, anti-korupsi, dan keberpihakan pada HAM.

 

Golput wajib dilndungi

Peneliti ICJR, Sustira Dirga mengingatkan aparat penegak hukum harus mengartikan Pasal 515 UU Pemilu secara tepat dan ketat. Pasal ini intinya mengatur setiap orang yang sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilih agar surat suara tidak sah, diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta. Ini artinya, kata dia, pasal tersebut hanya bisa dikenakan kepada pihak yang menjanjikan sesuatu kepada pemilih.

 

“Sementara terhadap kelompok yang mengkampanyekan golput tidak dapat dipidana selama mereka tidak menjanjikan uang atau imbalan apapun kepada pemilih,” ujar Dirga dalam kesempatan yang sama.

 

Dirga menegaskan orang yang menyebut dirinya golput tidak dapat dipidana karena itu hak yang dijamin UU dan konstitusi selama tidak menjanjikan memberi uang atau materi lain kepada pemilih. Jika aparat menggunakan Pasal 515 UU Pemilu ini untuk menyelidiki kasus seperti ini, maka harus digunakan secara cermat.

 

Koordinator KontraS, Yati Andriyani menilai jumlah kelompok golput dalam Pemilu 2019 berpotensi semakin besar. Sebagian dari mereka merupakan kelompok yang kecewa terhadap pemerintahan Jokowi. “Hak warga negara untuk berekspresi politik, termasuk memilih untuk tidak memilih (golput),” tegasnya.

 

Menurut Yati, negara atau pemerintah juga wajib melindungi hak masyarakat untuk bersikap golput. Aparat penegak hukum harus netral dalam melakukan penindakan, tidak boleh melakukan kriminalisasi terhadap golput. Penting pula bagi Komnas HAM untuk melakukan upaya preventif dalam hal ini. “Penegak hukum harus independen dalam melindungi hak warga negara,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait